DPR dan Pemerintah Sepakat RUU MLC Masuk Pembahasan Tingkat II

Siswanto | Dian Rosmala
DPR dan Pemerintah Sepakat RUU MLC Masuk Pembahasan Tingkat II
Komisi IX DPR rapat kerja dengan Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Luar Negeri, di ruang rapat Komisi IX DPR, gedung Nusantara I, DPR, Senayan, Jakarta [suara.com/Dian Rosmala]

"Kalau tidak salah, Presiden mengimbau agar DPR tidak perlu membuat UU yang banyak, asal berkualitas," katanya.

Komisi IX DPR rapat kerja dengan Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Luar Negeri, di ruang rapat Komisi IX DPR, gedung Nusantara I, DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/9/2016).

Rapat membahas RUU Maritim Labour Convention. Seperti diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara yang tidak terlibat dalam konvensi yang diselenggarakan oleh International Labour Organization pada tahun 2006 di Genewa, Swiss.

Seperti dikutip di Consultaniso.wab.id, MLC 2006 bertujuan untuk  memastikan hak-hak para pelaut di seluruh dunia. Para pelaut tersebut, dilindungi  dan memberikan standar pedoman bagi setiap negara dan pemilik kapal untuk menyediakan lingkungan kerja yang nyaman bagi pelaut.

Mengingat saat ini para pelaut Indonesia seringkali mengeluhkan terkait dengan haknya, maka pemerintah bersama Komisi IX DPR, sepakat untuk turut serta dengan ketentuan-ketentuan yang dihasilkan MLC 2006 tersebut.

Menurut pengamatan Suara.com, seluruh fraksi telah menandatangani RUU MLC untuk segera dilakukan pembahasan di tingkat II.

"RUU Maritim Labour Convention untuk dilanjutkan ke pembahasan tingkat II. Kalau tidak salah, Presiden mengimbau agar DPR tidak perlu membuat UU yang banyak, asal berkualitas. Tapi karena ada hal yang dirasa perlu, makanya kita percepat," kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf.

Dede mengakui MLC saat ini menjadi kebutuhan para pelaut Indonesia. Pasalnya, tidak sedikit pelaut Indonesia menjadi korban ketidakadilan ketika bekerja di kapal asing hanya gara-gara tidak memiliki surat keterangan atau payung hukum bahwa dia seorang pelaut yang telah memenuhi standart MLC.

"Urgensinya begini, kami sering mendapat pengaduan dari para pekerja awak kapal yang bekerja di Indonesia. Ketika mereka masuk, mereka mendapatkan izinnya dari Indonesia, Kementerian Perhubungan atau Kelautan," ujar Dede.

"Tapi ketika bekerja di kapal asing, maka secara otomatis, ketika mereka dibawa berlayar di luar Indonesia, itu payung hukum itu tidak berlaku lagi. Kadang-kadang mereka tidak dibayar, tidak digaji, diturunin di tengah jalan, atau mungkin dipaksa bekerja di luar daripada kontraknya dia," Dede menambahkan.

Menurut Dede perangkat hukum Indonesia yang menjadi bekal pelaut tanah air, terlalu lemah di mata negara lain. Sehingga, Indonesia perlu ikut menyepakati hasil MLC.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI