Menteri PUPR: Infrastruktur Tangguh Bisa Kurangi Risiko Bencana

Infrastuktur yang dibangun Kementerian PUPR diupayakan menjadi infrastruktur tangguh.

Minggu, 24 September 2017 | 14:27 WIB
Menteri PUPR: Infrastruktur Tangguh Bisa Kurangi Risiko Bencana
Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, dalam 10th High Level Experts and Leaders Panel on Water and Disasters (HELP) Meeting, di Gyeounju, Korea Selatan, 21 September 2017. (Sumber: Kementerian PUPR)

Suara.com - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengatakan, kerja sama internasional sangat diperlukan dalam membangun ketangguhan negara dalam menghadapi bencana terkait air dan perubahan iklim. Hal ini penting, karena kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan luar biasa, baik dari sisi jiwa, materi, maupun lingkungan.

Demikian disampaikannya saat memberikan sambutan "10th High Level Experts and Leaders Panel on Water and Disasters (HELP) Meeting", di Gyeounju, Korea Selatan, 21 September 2017.  

“Melalui pertemuan HELP ini, para ahli dari berbagai negara menyampaikan pembelajaran dari kesuksesan maupun kegagalan dalam penanganan bencana. Tidak hanya berhenti di situ, kami mendorong rencana aksi yang bisa digunakan negara-negara lainnya untuk membangun ketangguhan bencana. Terlebih untuk menjamin pembangunan berkelanjutan dan pencegahan semakin bertambahnya kemiskinan akibat bencana,” katanya.  

Menurut Basuki, langkah preventif harus dikedepankan dibandingkan aspek rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Pertemuan ini menekankan pentingnya pengurangan risiko sebelum terjadinya bencana, bukan setelah bencana terjadi.

Kementerian PUPR sendiri mendapat mandat untuk membangun infrastruktur guna mengurangi risiko bencana terkait air dan perubahan iklim. Di samping itu secara umum, seluruh infrastuktur yang dibangun Kementerian PUPR diupayakan menjadi infrastruktur tangguh.  

"Kita tidak ingin menyaksikan hilangnya nyawa manusia berikut aset sosial-ekonomi masyarakat, termasuk infrastruktur yang susah payah kita bangun, hancur karena kita kurang memperhatikan aspek kebencanaan," ujar Menteri Basuki.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Prof. Kuntoro Mangkusubroto, yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias. Di hadapan forum HELP, Basuki juga menyampikan, pengalaman Indonesia dalam melaksanakan penanganan dan koordinasi antar sektor tidak mudah, namun berhasil diselesaikan dengan baik.



Dalam tingkatan global, kemampuan setiap negara dalam menghadapi bencana, berbeda. Beberapa negara dapat mengantisipasi bencana dan melakukan rekonstruksi pasca bencana lebih cepat dan lebih baik, namun tidak mungkin membiarkan suatu negara menghadapi bencana sendiri, sehingga diperlukan kerja sama.

Dalam tingkatan komunitas, dari pengalaman di Indonesia, masyarakat miskin merupakan kelompok yang paling rentan menerima dampak bencana. Hal ini menjadikannya sebagai target utama membangun ketahanan terhadap bencana.

Tidak hanya masyarakat, manajemen bencana juga menjadi tanggung jawab para akademisi perguruan tinggi dan sektor swasta. Beberapa universitas terkemuka, seperti Universitas Gadjah Mada dan ITB telah terlibat aktif dalam pengurangan resiko bencana.

Para stakeholder di Indonesia harus memperkuat kerja sama dalam merumuskan regulasi dan langkah operasionalnya, termasuk skema pendanaan yang efektif.  

Di tahun-tahun mendatang, investasi diperlukan lebih banyak oleh pemerintah dan swasta dalam membangun infrastruktur, gedung sekolah, rumah sakit, jalan, jembatan, sarana air bersih dan sanitasi, energi, transportasi dan perumahan. Hal ini menjadi keniscayaan, karena populasi global akan mencapai 9 miliar penduduk pada 2050.

Di samping air dan perubahan iklim, tambah Basuki, pangan, energi, urbanisasi menjadi tantangan berat bagi Indonesia dan global yang apabila tidak bisa dikelola dengan baik akan berubah menjadi bencana.  Sementara dalam forum tersebut, Basuki didampingi oleh Dirjen Sumber Daya Air, Imam Santoso, Kepala Balitbang, Danis H. Sumadilaga, Staf Khusus Kementerian PUPR, Firdaus Ali, Kepala Biro Komunikasi Publik, Endra S. Atmawidjaja, dan Kepala Balai Wilayah Sungai Batam, Ismail Widadi.

Pada hari yang sama, Basuki juga menyaksikan penandatangan kerja sama antara Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI) dengan The Society of Korean Smart Water Grid.

Indonesia Menjadi Tuan Rumah AIWW ke-2
Sementara itu, forum "1st Asia International Water Week (AIWW) 2017" resmi ditutup pada 22 September 2017. Basuki mengatakan, "Selama 3  hari pertemuan ini, telah banyak dilakukan pertukaran pengalaman antar institusi dan antar negara peserta untuk mencari solusi mengatasi tantangan pengelolaan air dan bencana." 

Pada acara penutupan forum AIWW tersebut,  Indonesia juga menerima secara simbolis panji tuan rumah 2nd AIWW yang akan digelar di Jakarta pada  2020. Sebelumnya, pada 21 September 2017, telah ditandatangani nota kesepahamanan (MoU) antara Menteri PUPR dengan President of Asia Water Council (AWC), Hak Sok Lee terkait penyelenggaraan AIWW ke-2 di Indonesia.

Forum ini memiliki arti strategis, karena menegaskan peran penting Indonesia sebagai salah satu motor utama dalam penguatan kerja sama global, dalam pengelolaan sumber daya air dan mitigasi bencana.

(** Artikel ini merupakan kerja sama Kementerian PUPR dan Suara.com)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

NEWS

TERKINI