Kenikmatan Berbuka Puasa di Tembok Besar Cina

Arsito Hidayatullah | Arsito Hidayatullah
Kenikmatan Berbuka Puasa di Tembok Besar Cina
Ramadan di negeri Cina. [Dok. Mulia Mardi]

Di pengujung Ramadan ini saya masih berada di Cina sampai akhir Ramadan nanti. Artinya, saya berada di negara Tirai Bambu satu bulan penuh selama Ramadan.

Ramadan akan segera meninggalkan kita beberapa hari lagi. Namun, kodrat seorang pelajar yang jauh dari keluarga pasti rindu dengan suasana Ramadan di kampung halaman. Bahkan suasana Ramadan pun tidak terasa sama sekali di negeri dominannya non-Muslim. Suasana Ramadan juga sangat berbeda dengan di Indonesia sendiri.

Kadang saya juga berbuka dengan beberapa teman Muslim dari berbagai negara lainnya, meskipun hanya menikmati bukaan dengan seadanya di negeri Cina. Namun keluarga tetap yang dirindukan.

Siapa yang tidak merindukan keluarga di bulan suci Ramadan. Semua Muslim di dunia sangat merindukan berbuka puasa bersama dengan keluarga, apalagi seorang perantau. Duduk melingkar menunggu suara azan tiba, itu yang sangat dirindukan oleh siapa pun.

Untuk menghilangkan kerinduan terhadap kampung halaman di bulan Ramadan, saya ingin melakukan hal yang baru, yakni buka puasa di tembok besar Cina. Mengunjungi tembok Cina merupakan suatu pengalaman yang tak terlupakan, apalagi melakukan yang menarik namun sederhana di bulan suci Ramadan. Menariknya, ketika para wisatawan hanya menikmati keindahan keajaiban dunia objek wisata bersejarah yang dibangun sejak tahun 722 Sebelum Masehi, menikmati objek wisata yang terkenal di dunia di antara para wisatawan non-Muslim sambil menunggu suara azan dari handphone, rasanya mendapat sensasi yang berbeda dan luar biasa. Mungkin hal ini yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain ketika kita mengalaminya sendiri.

Sungguh besar nikmat dan keajaiban Tuhan, ketika melihat kuasa-Nya masih berdiri kokoh dan utuh. Memandang keajaiban Tuhan sambil berbuka puasa, hatiku sedikit bersedih dan menatap kosong ke arah benteng yang sangat panjang.

"Ya Allah, nikmat Engkau mana lagi yang aku dustakan," hatiku berkata pilu. Tidak ada kata pilihan lain di saat itu.

Terdiam sejenak setelah meneguk air putih, menerawang pandangan ke depan yang jauh. Lagi hati kecilku berkata, "Sangat beruntung Ramadan tahun ini bisa menikmati dan menginjakkan kaki di tembok besar Cina."

Meskipun hanya meneguk segelas air putih, sudah cukup rasa syukur di hari itu. Seharian melewati teriknya matahari yang rata-rata di atas 30 derajat celcius dan berpuasa kurang lebih 18 jam, terbayar sudah dengan keagungan Tuhan yang diberikan kepada kita. Hanya dengan segelas air putih, semua terbayar sudah ketika melihat keindahan alam tembok Cina. Nikmat Tuhan sangat besar ketika keduanya saya padukan dalam satu rasa. Memang, banyak cara menikmati keagungan Tuhan di bulan suci Ramadan.

Penulis: Mulia Mardi, alumni Misbahul Ulum, pernah aktif di Teater Rongsokan dan Rumoh Budaya Jakarta.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak