AJI Medan Kritik Hukuman Pada Penganiaya Jurnalis Terlalu Ringan

Tim Advokasi Pers Sumut menganggap putusan tersebut sangat ringan dan penuh dengan rekayasa.

Rabu, 06 September 2017 | 19:31 WIB
AJI Medan Kritik Hukuman Pada Penganiaya Jurnalis Terlalu Ringan
Ilustrasi kekerasan jurnalistik. [AJI]

Majelis hakim menjatuhkan putusan terhadap tersangka penganiaya jurnalis, Romel P Sihombing, prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) dengan tiga bulan kurungan penjara dalam persidangan putusan di Pengadilan Militer I-02 yang digelar, di Medan, Sumatera Utara, Rabu (6/9/2017). Tim Advokasi Pers Sumut menganggap putusan tersebut sangat ringan dan penuh dengan rekayasa.

Tim Advokasi Pers Sumut dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Aidil Aditya mengaku tidak puas dengan hasil putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa. Sebab tersangka penganiaya Array A Aragua, jurnalis Tribun Medan, hanya dikenai sanksi atas Pasal 351 saja tentang penganiayaan, sedangkan pasal lainnya yakni Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dihilangkan.

"Padahal dalam persidangan, terdakwa telah mengakui sendiri kepada majelis hakim bahwa ada melakukan pemukulan kepada korban dengan kursi plastik hingga patah, dan juga terdapat unsur pengeroyokan yang dilakukan bersama-sama, tapi nyatanya tindakan tersebut justru dihilangkan. Kami menganggap putusan ini ada yang aneh," tanda Aidil.

Dijelaskan Aidil, keanehan itu lah yang memunculkan kecurigaan adanya rekayasa persidangan yang dilakukan oleh institusi TNI AU. Tim Advokasi Pers Sumut pun akan terus mengawal kasus ini meski perkara yang dialami Array sudah ditutup di pengadilan militer, dengan mendesak Oditur Militer untuk melakukan banding. "Kami akan mengawal bagaimana agar Oditur Militer melakukan upaya hukum kembali, terhadap apa yang di dakwanya, justru dinyatakan hakim tidak terbukti. Ini menyangkut marwah Odmil,"

"Terdakwa sudah mengakui atas perbuatannya, Ini seharusnya sudah bisa jadi fakta hukum, dan kami heran mengapa perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama ini tidak memenuhi unsur hukum, kami akan mempertanyakan ke majelis hakim," kata Aidil kembali.

Atas putusan tersebut, korban Array mengungkapkan kekecewaan terhadap vonis yang ringan dan proses persidangan terkesan selalu diulur-ulur oleh majelis hakim. "Sidang selalu tertunda hingga berjam-jam lamanya karena menunggu terdakwa yang belum datang. Saya berharap, Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo memperbaiki peradilan di Pengadilan Militer I-02 Medan. Jika ketidak disiplinan dalam proses persidangan dibiarkan begitu saja, tentu kepercayaan masyarakat terhadap TNI pasti akan hilang," tandasnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Agoez Perdana menilai putusan majelis hakim pengadilan militer I-02 yg menjatuhkan hukuman tiga bulan kurungan bagi pelaku penganiayaan jurnalis ini terlalu ringan dan tidak membuat efek jera.

"Padahal tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku kepada jurnalis tersebut, merupakan perbuatan melawan hukum, karena menghalang-halangi kerja jurnalis melalui intimidasi bahkan pemukulan," imbuhnya.

Lebih jauh Agoez menerangkan, bahwa dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.

"Namun pasal ini pun dari awal sekali tidak dimasukkan oleh penyidik. Hal ini menunjukkan bahwa pihak TNI AU berusaha untuk melindungi prajuritnya dengan mengganjar hukuman ringan saja. Tim Advokasi Pers Sumut akan mendesak oditur militer untuk melakukan banding atas putusan majelis hakim tersebut," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

NEWS

TERKINI