Fadli Zon Usulkan Isu Uighur di Parlemen OKI

Fabiola Febrinastri
Fadli Zon Usulkan Isu Uighur di Parlemen OKI
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menyampaikan pandangan pada Sidang General Comittees PUIC ke-14 di Maroko. (Dok: DPR)

Ada tiga pertimbangan yang melatarbelakangi sikap delegasi Indonesia.

Suara.com - Delegasi DPR, yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI, Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam), Fadli Zon berhasil mendorong isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap Muslim Uighur ke dalam resolusi Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) ke-14 dalam Sidang General Comittees PUIC ke-14 di Maroko, baru-baru ini.

“Usulan Indonesia untuk isu Muslim Uighur ini, awalnya ditanggapi dingin negara Muslim lainnya. Bahkan sempat ditolak dengan alasan prosedural. Namun karena lobi dan desakan yang kuat delegasi DPR, Sidang General Committees menyetujui untuk memasukan isu Muslim Uighur ke dalam draft resolusi akhir," papar Fadli dalam rilis yang diterima Parlementaria, Jakarta, Jumat (15/3/2019).

Turut menjadi delegasi DPR dalam sidang tersebut, diantaranya Ketua BKSAP DPR, Nurhayati Ali Assegaf (F-PD), Wakil Ketua BKSAP DPR, Rofi Munawar (F-PKS), anggota BKSAP DPR, Dwi Aroem Hadiatie (F-PG), Siti Masrifah (F-PKB), Saniatul Lativa (F-PG), Achmad Farial (F-PPP), dan Lalu Gede Samsul Mujahiddin (F-Hanura).

Fadli menuturkan, meski isu Muslim Uighur telah mendapat sorotan internasional, ironisnya, negara-negara Muslim hingga kini belum mengeluarkan sikap kolektif, baik di tingkat eksekutif melalui OKI, maupun melalui forum Parlemen negara-negara Islam.

Baca Juga: Ketua MKD DPR Tak Terima Fadli Zon dan Zulkifli Hasan Dipanggil Bawaslu DKI

"Hal inilah yang melatarbelakangi delegasi DPR bersikukuh memasukan isu Muslim Uigur di sidang ke 14 PUIC di Maroko," jelasnya.

Politisi Partai Gerindra itu menyebutkan, ada tiga pertimbangan yang melatarbelakangi sikap delegasi Indonesia. Pertama, PUIC sebagai forum parlemen negara-negara Islam memiliki tanggung jawab moral yang lebih dalam menyikapi perlakuan diskriminatif yang sedang dialami muslim Uighur.

Kedua, lanjutnya, resolusi PUIC tidak pernah absen dalam menyikapi tragedi Muslim seperti di Rohingya, Crimea, dan isu masyarakat Muslim di Yunani. Sikap membela dan melindungi masyarakat Muslim minoritas, terutama yang hidup di negara bukan anggota OIC (Organization of Islamic Cooperation), selalu menjadi poin utama dalam setiap resolusi PUIC.

“Jika PUIC diam terhadap isu Muslim Uighur, ini menjadi satu pertanyaan besar dan akan menjadi reputasi kelam bagi PUIC sebagai organisasi Parlemen negara muslim dunia," kata legislator dapil Jabar V itu.

Selanjutnya, pertimbangan ketiga adalah aspek kemanusiaan. Meski diberikan status otonomi, penduduk Muslim di Xinjiang, faktanya justru mengalami perlakuan represif.

Baca Juga: Warganet Soroti Foto 'Jalan Rusak' Fadli Zon, Sepatunya Bikin Salfok

Lebih dari 10 juta Muslim di Xinjiang mengalami perlakukan diskriminatif, baik diskriminasi agama, sosial, maupun ekonomi. Bahkan, investigasi UN Committee on the Elimination of Racial Discrimination dan Amnesty International and Human Rights Watch melaporkan, terdapat dua juta warga Uighur yang ditahan otoritas Cina di penampungan politik di Xinjiang.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI