Implementasi Keppres Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Dinilai Membingungkan

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
Implementasi Keppres Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Dinilai Membingungkan
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus. (Dok : DPR).

Pemerintah harus segera mengambil kebijakan matang dan paripurna untuk mencegah penyebaran Virus Corona.

Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai Keputusan Presiden (Keppres) tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang telah dikeluarkan Presiden Joko Widodo pada Selasa (31/3/2020) masih membingungkan dalam pengimplementasiannya oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota guna mencegah penyebaran Virus Corona (Covid-19) di wilayahnya masing-masing.

“Keppres ini masih membingungkan bagi gubernur dan bupati/walikota untuk mengeksekusinya di lapangan. Sebab, dalam Keppres ini disebutkan bahwa pelaksanaannya sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, yaitu UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sementara teknis pelaksanannya diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang hingga kini belum ada," kata Guspardi dalam rilisnya, Rabu (1/4/2020).

Menurutnya, kebijakan yang diambil presiden tersebut memperlihatkan betapa masukan yang disampaikan oleh para (pejabat), tidaklah matang dalam mempertimbangkan berbagai aspek dan regulasi yang ada.

“Harusnya para (pejabat) pembantu presiden itu memberikan masukan yang paripurna kepada presiden, sehingga kebijakan yang dilahirkan bisa menjadi solusi terbaik,” tandasnya.

Baca Juga: Jokowi Anggarkan Rp 405,1 Triliun untuk Corona, DPR: Ini Krisis

Bahkan sehari sebelum Keppres itu dilahirkan, tambah politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, Presiden Jokowi dalam menyikapi perkembangan wabah Corona yang kian meluas, melalui rapat kabinet terbatas, menetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) disertai dengan status darurat sipil. Namun tak lama kemudian kebijakan ini menimbulkan banyak kontra.

Guspardi menilai, penetapan status darurat sipil saat itu kuranglah tepat dikarenakan ada beberapa alasan, yakni antara lain, dasar hukumnya adalah Perppu tentang keadaan bahaya, dimana kelahiran Perppu ini sendiri lahir dimasa revolusi sebagai respon terhadap situasi pada saat itu yang sifatnya sementara dan temporal.

Perppu itu lahir sebelum diberlakukannya otonomi daerah. Oleh karena itu, jika Perppu tersebut diterapkan maka belum tentu sesuai dengan situasi dan sistem politik yang ada saat ini, lanjutnya.

“Perppu itu ditetapkan bilamana keamanan atau tertib hukum terancam. Salah satunya, bisa diakibatkan oleh bencana alam. Sementara, bencana yang dihadapi saat ini adalah bencana non-alam. Selain itu, saat ini sudah ada BNPB dan gugus tugas yang bekerjasama dengan 33 kementerian/lembaga yang ditugaskan untuk mengatasinya," terangnya.

Guspardi meminta dalam situasi saat ini, pemerintah harus segera mengambil kebijakan matang dan paripurna untuk mencegah penyebaran Virus Corona yang kian meluas.

Baca Juga: DPR Protes Menkumham Bebaskan 30 Ribu Napi: Koruptor kok Tak Dibebaskan?

“Kita minta Presiden memberlakukan karantina wilayah seperti yang diamanatkan dalam UU Kekarantinaan Kesehatan. Karena dengan aturan ini, masyarakat bisa diatur lebih taat dan tertib. Ini adalah kunci dari keberhasilan physical distancing (jaga jarak)," sebutnya. 


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI