DPR Nilai, Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan Efektif

Fabiola Febrinastri
DPR Nilai, Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan Efektif
Anggota Komisi IX DPR RI Intan Fauzi. (Dok : DPR)

Bentuk sanksi sosial perlu diurai secara jelas agar tidak bias makna.

Suara.com - Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 menyebutkan sanksi berupa kerja sosial. Penerapan sanksi sosial bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dianggap efektif dan memberikan efek jera.

“Masyarakat yang tidak mengikuti aturan langsung diberikan sanksi, dan banyak masyarakat yang memilih kerja sosial dibandingkan sanksi denda,” kata Anggota Komisi IX DPR RI, Intan Fauzi dalam rilis kepada Parlementaria, baru-baru ini. Sayangnya, menurut Intan, dalam implementasinya di lapangan, sanksi sosial agak kebablasan.

Bahkan sanksi sosial itu menjadi objek lelucon atau bahkan objeks eksploitasi terhadap para pelanggar protokol Covid-19. Karena itu, politisi F-PAN itu menyarankan, agar pemerintah daerah, baik tingkat provinsi juga kabupaten/kota perlu menerbitkan peraturan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan pencegahan Covid 19.

Ia mencontohkan, di DKI Jakarta diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengenaan Sanksi Terhadap Pelanggaran PSBB Dalam Penanganan Covid-19.

Baca Juga: Protes Pilkada Lanjut Pilih Golput, DPR Ajak Masyarakat Pakai Hak Pilih

“Penindakan yang dilakukan terhadap para pelanggar protokol kesehatan di berbagai daerah sangat beragam, mulai dari sanksi teguran tertulis, sanksi kerja sosial membersihkan fasilitas umum, hingga denda administratif,” katanya.

Intan menilai, bentuk sanksi sosial perlu diurai secara jelas agar tidak bias makna dan masing masing memiliki interpretasi yang keluar dari aturan. Hal ini penting, mengingat sanksi ini dirancang guna meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan.

“Hukum diberlakukan untuk dipatuhi, bukan dibuat untuk dilanggar. Definisi sanksi sosial harus jelas, sebab dalam banyak kasus pelanggaran protokol kesehatan, hukuman sosial tergantung kreatifitas aparat pelaksana. Peraturan sanksi sosial perlu diatur secara rigid, sehingga tidak menimbulkan multitafsir dalam implementasi di lapangan,” beber Intan.

Misalnya sanksi sosial memeluk pohon, atau hukuman fisik terhadap wanita sambil ditonton banyak petugas pria, ini bentuk pelecehan terhadap perempuan.

“Hal ini sudah berlebihan, sebab sanksi sosial ini sudah memasuki ranah privat seseorang,” kritik legislator dapil Kota Bekasi dan Depok itu.

Baca Juga: Cerita Gatot Nurmantyo Minta Ketua DPR Sobek-sobek Surat Panglima TNI

Intan mengatakan, sanksi sosial adalah salah satu cara bagi pelanggar untuk menimbulkan efek jera dan tujuannya agar masyarakat disiplin menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penularan Covid-19. Untuk itulah sanksi soal ini harus diatur secara jelas, termasuk jenis hukuman yang diterima oleh pelanggar PSBB ini.

“Sehingga sanksinya harus dikembalikan kepada tujuan awalnya," imbuhnya.

"Intinya, jangan ada deviasi di level pelaksana di lapangan. Jangan sampai implementasi di lapangan tergantung kreativitas masing-masing petugas,” pesannya.

Intan juga melihat tidak diterapkannya protokol kesehatan saat pelanggar menjalani hukuman, maupun saat prosedur di posko terpadu. Di lokasi malah terjadi kerumunan karena banyaknya petugas dan para pelanggar yang dikumpulkan, sehingga salah satu unsur menjaga jarak tidak ada sehingga risiko penularan sangat mungkin terjadi.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI