BKSAP: Perlu Regulasi untuk Tutup Segala Bentuk Peluang Korupsi

Fabiola Febrinastri | Restu Fadilah
BKSAP: Perlu Regulasi untuk Tutup Segala Bentuk Peluang Korupsi
etua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon. (Dok: DPR)

Berdasarkan survei, 1 dari 5 orang yang menggunakan layanan publik di Asia membayar suap.

Suara.com - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon menyampaikan bahwa bribery (suap) yang kerap terjadi turut melibatkan pihak swasta. Sehingga menurut Fadli Zon perlu ada regulasi yang bisa membuat institusi menutup segala potensi suap itu sendiri, sehingga seseorang tidak mudah melakukan suap.

“Kadang-kadang penyuapan itu terjadi karena ada peluang, misalnya peluang perizinan, dengan dibuatnya perizinan online itu akan mengurangi potensi atau peluang melakukan korupsi. Begitu juga perizinan-perizinan juga harus transparan, biasanya perizinan itu kan dari korporasi, dari pihak swasta dan lain-lain,” ungkap Fadli Zon usai kegiatan Webinar Enforcing Measures to Combat Bribery: Comparative Analysis on the Anti-Bribery Legislations (UK and Southeast Asia), di Bogor Jawa Barat, Kamis (23/9/2021).

“Jadi menurut saya, secara institusi harus dibuat sistem yang mempersulit orang untuk melakukan tindakan korupsi. Banyak undang-undang kita yang perlu ada konsolidasi dari undang-undang yang ada sampai KUHP di dalam kitab hukum induk. Dengan begitu, kita mempunyai pendekatan yang terintegrasi (holistic). Kita ingin memberantas korupsi, juga menghapus peluangnya,” tambah politisi Partai Gerindra itu.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua BKSAP DPR RI, Mardani Ali Sera menyatakan, bahwa kasus korupsi merupakan bagian signifikan kejahatan korupsi. Survei menunjukkan pada 2020 diperkirakan 1 dari 5 orang yang menggunakan layanan publik di Asia membayar suap. “Fenomena ini menyebabkan dampak kerusakan serius terhadap pembangunan ekonomi,” tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. 

Baca Juga: Pendidikan Penting Dalam Membentuk Karakter Anti-Korupsi

Sementara itu, Direktur Eksekutif Kemitraan, Laode M Syarif menerangkan, saat dirinya menjabat Pimpinan KPK periode 2015-2019, kasus suap mendominasi sebagai kasus korupsi. Dari sekitar 700 kasus korupsi, 578 di antaranya adalah kasus suap. Pengaturan suap di berbagai negara di Asia Tenggara juga berbeda-beda. Di Singapura, korupsi masuk dalam bagian gratifikasi dan memiliki jangkauan yang serupa dengan Inggris.

“Ia juga berlaku untuk pejabat publik, pejabat publik asing, korporasi dan individu. Dan ini jauh berbeda dari hukum di Indonesia. UU tentang Tindak Pidana Suap jarang sekali digunakan di Indonesia,” terang Syarif.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI