Dirjen Cipta Karya PUPR: Indonesia Dukung Dunia Bebas Karbon Lewat Pengelolaan Persampahan

Konsep ekonomi sirkular adalah sistem ramah lingkungan.

Selasa, 19 Oktober 2021 | 14:40 WIB
Dirjen Cipta Karya PUPR: Indonesia Dukung Dunia Bebas Karbon Lewat Pengelolaan Persampahan
Webinar Mendukung Perwujudan Dunia Bebas Karbon dengan Implementasi Ekonomi Sirkular dalam Pengelolaan Persampahan. (Dok: PUPR)

Suara.com - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menggelar webinar bertajuk mendukung perwujudan Dunia Bebas Karbon dengan implementasi ekonomi sirkular dalam pengelolaan persampahan, Selasa (19/10/2021).

Webinar yang digelar tersebut menghadirkan pembicara kunci Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Webinar juga menghadirkan lima pembicara yakni Pegiat Lingkungan yang juga pembina Bank Sampah Induk (BSI) Gemes Siti Fitriah, CEO Indonesia Medika dr Gamal Albinsaid, Divisi Suistainability PT Nestle Indonesia Faiza Anindita, Founder Lyfewithless Cynthia Lestari dan Ketua Pengelola TPS 3R Bantas Lestari Ni Nyoman Sarasmini.

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti mengatakan webinar diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Habitat dan Kota Dunia  2021.

Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Diana Kusumastuti. (Dok: PUPR)
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR, Diana Kusumastuti. (Dok: PUPR)

"Seminar dengan tema mendukung perwujudan dunia bebas karbon dengan implementasi ekonomi sirkular dalam pengelolaan persampahan ini dilakukan dalam rangka memperingati hari Habitat dan juga Hari Kota Dunia tahun 2021," ujar Diana saat membuka webinar, Selasa (19/10/2021).

Diana menuturkan diskusi tersebut penting digelar lantaran dunia sedang menghadapi permasalahan pemanasan global.

"Tentunya di dalam pengelolaan persampahan ini sangat penting karena saat ini dunia saat sedang menghadapi permasalahan pemanasan global akibat dari emisi karbon yang terus meningkat," ujar Diana dalam webinar.

Diana menyebut emisi karbon di Indonesia terus meningkat. Yakni mencapai 1.886.500 gg CO2e di tahun 2019.

Permasalahan emisi karbon dan juga fenomena perubahan iklim kata Diana  bukanlah isu global yang baru. Namun kata dia jika tren pemanasan global terus terjadi, maka bencana iklim akan mengancam kehidupan yakni seperti kekeringan yang berkepanjangan, intensitas hujan yang ekstrem dan juga kenaikan muka air laut.

"Oleh karena itu bersama 194 negara lainnya, Indonesia telah berkomitmen dalam Paris aggrement tahun 2016 yang juga ditegaskan dalam KTT perubahan iklim 2021, untuk melakukan aksi aksi nyata dalam pengendalian perubahan iklim melalui pengurangan emisi karbon sebesar 29 sampai 41% pada tahun 2030 dan juga tentunya menghapuskan emisi karbon pada tahun 2050," kata dia.

Tak hanya itu, Diana menuturkan peringatan hari Habitat dan Kota Dunia 2021 mengambil tema percepatan aksi perkotaan untuk dunia bebas karbon dan adaptasi kota yang berketahanan iklim.

Hal tersebut kata Diana sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam mewujudkn permukiman perkotaan yang berkelanjutan. 

"Ini merupakan salah satu bentuk keterlibatan dan komitmen Indonesia dalam mewujudkan permukiman perkotaan yang berkelanjutan, melalui peningkatan awarness berbagai pihak," kata dia.

Diana memaparkan bahwa saat ini masyarakat yang berada di daerah perkotaan sebanyak sekitar 56,7 tinggal di perkotaan. Kondisi tersebut akan terus meningkat dan diperkirakan meningkat mencapai 66 persen di tahun 2035.

"Diperkirakan nanti pada tahun 2035 mencapai 66% penduduk akan tinggal di perkotaan. Dengan tingginya pertumbuhan ekonomi dan fisik kawasan perkotaan ini akan berkontribusi untuk mewujudkan komitmen pengurangan emisi karbon dari sektor bangunan,  transportasi,  energi dan persampahan," kata dia 

Diana mengungkapkan salah satu cara untuk mengurangi emisi karbon yakni adalah dengan menerapkan konsep ekonomi sircular, pada sektor pengelolaan persampahan perkotaan.

Konsep ekonomi sirkular yakni suatu sistem ramah lingkungan yang tentunya mempertahankan nilai material agar dapat digunakan berulang-ulang.

Konsep tersebut kata Diana bertujuan untuk memaksimalkan penggunaan material secara sirkular, untuk meminimalkan produksi limbah dengan memulihkan.

"Dan juga menggunakan kembali produk dan bahan sebanyak mungkin, secara sistemik dan juga berulang-ulang. ini yang harus kita perhatikan," tutur Diana.

Sementara pendekatan ekonomi sirkular  kata Diana berbeda dengan ekonomi tradisional.

Diana menyebut pendekatan ekonomi tradisional menggunakan model ambil,  pakai dan buang. 

"Ekonomi tradisional menggunakan model ambil, pakai, buang (take-make-dispose) menjadi proses sharing, leasing, reusing, repairing, refurbishing dan recyling.Untuk produk material dan eksisting yang bertujuan untuk mengurangi sampah dan juga polusi," kata dia.

"Kita akan memperpanjang waktu pakai produk dan juga materialnya, agar bisa mendukung regenerasi sistem dengan alam," sambungnya. 

Lanjut Diana, perwujudan ekonomi sirkular ini juga dapat menghasilkan peluang ekonomi dalam menstimulasi pertumbuhan bisnis dan juga inovasi baru.

"Serta tentunya dapat menambah peluang  usaha dan juga lapangan kerja di masyarakat," tutur Diana.

Di kesempatan yang sama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan sumber utama emisi gas rumah kaca yakni limbah padat domestik dan air limbah domestik dan industri. 

"Sebenarnya sumber utama emisi gas linbah padat domestik industri, air limbah domestik dan industri. Kalau di kampung saya dulu di Jawa Tengah, Pekalongan buang sampahnya masih sembarang, Bengawan Solo  limbahnya masih dicemari, pengusahanya tanggung jawab dong itu ya," kata Ganjar saat menjadi pembicara kunci. 

Ia pun menceritakan bahwa Presiden Jokowi pernah menanyakan perihal pengelolaan sampah kepada para gubernur.

"Pak presiden pernah nanya sama  gubernur benar nggak sampah sudah dikelola dengan baik? Bagaimana pengelolaan TPA, bagaimana pengolahan biologisnya termasuk pengomposan biodigester kemudian pengolahan termal dan pembakaran terbuka," kata dia 

Ganjar pun memaparkan kebijakan, target dan pengelolaan sampah di Jawa Tengah hingga tahun 2025.

Pengurangan sampah kata Ganjar targetnya 30 persen pada tahun 2025. Yaitu dari timbulan sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga.

"Programnya pembatasan timbunan sampah, pendauran ulang sampah, pemanfaatan kembali sampah," ucap Ganjar.

Adapun penanganan sampah yakni targetnya 70 persen pada tahun 2025 dari timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Program-programnya yakni pemilahan,  pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir.

Namun Ganjar menyoroti problem sampah -sampah kesehatan terutama masker. Sehingga kata Ganjar masyarakat harus diberikan edukasi terkait sampah kesehatan harus.

Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo. (Dok: PUPR)
Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo. (Dok: PUPR)

"Hari ini kita punya problem ya sampah-sampah kesehatan terutama masker. Rasa-rasanya kita mesti mengeduasi. Masker kita bisa buat apa ya. 

Ia menyebut di beberapa negara limbah masker bisa menjadi benang atau alas kaki. 

"Beberapa negara di Eropa itu sudah di lebur bisa jadi benang terus kemudian kerjasama dengan perusahaan alas kaki dan menjadi ornamen dari sepatu," ucap dia.

Dalam webinar Ganjar juga berpesan masker yang dibuang diletakkan satu wadah. 

"Tapi ingat itu ternyata ketika sampah yang ada karetnya itu jika dilaut bisa megganggu hewan-hewan yang ada sana, ikan ikan-ikan dan kemudian mereka terikat dan kemudian mereka (ikan) menjadi cacat dan inilah yang kemudian kita mesti ajari jadi memilah-memilah. Saya titip betul limbah medis di masa pandemi taru di satu tempat kemudian direndam pake deterjen biar virus mati semua, tolong dipotong karet-karetnya sederhana saja," ungkap Ganjar.

Lebih lanjut Ganjar mengatakan peran pemerintah daerah dalam mendukung pengurangan gas rumah kaca pengelolaan limbah  yaitu mendorong terlaksananya pengelolaan sampah berbasis Jakstrada ( 100% pada tahun 2025) melalui program pengurangan penanganan sampah.

Kemudian meningkatkan peran masyarakat melalui pemilahan pemanfaatan dan pengolahan sampah pada sumbernya.

"Dan meningkatkan kapasitas infrastruktur pengolahan sampah khususnya sampah organik yang mendorong penerapan 3R (Reuse, Reduce, Recyle)," kata Ganjar.

Dalam kesempatan tersebut CEO  Indonesia Medika dr Gamal Albinsaid yang mengembangkan klinik asuransi sampah mengatakan, inisiatif pembuatan klinik asuransi sampah, karena bermula dari keprihatinan terhadap banyaknya warga yang sakit, namun tidak mampu berobat karena terkendala biaya kesehatan.

"Berawal dari kisah nyata seorang anak pemulung bernama Khairunnisa yang menderita sakit diare. Penghasilan bapaknya 10 ribu. Saat itu, bapaknya tidak cukup uang untuk berobat, dan dia menemani bapaknya jadi pemulung, akhirnya dia meninggal dunia di gerobak sampah bapaknya dan bisa jadi inspirasi saya dan teman-teman dalam mengembangkan sampah sebagai sumber pembiayaan," kata Gamal.

Karena itu dirinya mengembangkan inovasi kesehatan klinik asuransi sampah sebagai sumber pembiayaan.

"Jadi kami menggunakan sampah sebagai sumber daya yang terbuang menjadi dana kesehatan, lalu kami kembalikan ke mereka sebagai layanan kesehatan  dengan bayar sekitar 5 kilogram kardus, atau dua kilogram plastik dengan begitu mereka bisa berobat di klinik kami termasuk BPJS nya mereka bisa mendapatkan layanan operasi rawat inap dan lain sebagainya," kata Gamal.

Pegiat Lingkungan yang juga pembina Bank Sampah Induk (BSI) Gemes Siti Fitriah yang juga hadir mengatakan dalam pengelolaan sampah ada dua metode.

Yakni praktek dan kedua bagaimana memberi inovasi atau meningkatkan sebuah kualitas.

"Di saat kita bisa berkumpul di saat kita bisa ada sesuatu pendekatan terhadap masyarakat. Karena pada basisnya pengolahan sampah itu adalah sesuai dengan bagaimana kita bisa merubah perilaku untuk bagi masyarakat atau manusia seperti kita dalam usia dewasa dan bagaimana kita bisa membentuk membentuk perilaku yang baik terkait pengelolaan sampah untuk diri sendiri untuk," ucap Siti.

Siti menuturkan saat ini bagaimana  membentuk perilaku yang baik terkait pengelolaan sampah untuk diri sendiri. 

"Bagaimana merubah sebuah perilaku terkait apa yang telah dilakukan terhadap sampah yang kita dihasilkan. Kedua melakukan edukasi kepada masyarakat untuk merubah perilaku dalam pengelolaan sampah. Ketiga yaitu meningkatkan pendapatan masyarakat ini adalah sebuah circular economy di saat kita mengelola sampah. Hang pasti disaat kita mau ini bukan satu-satunya kita hanya menukar secara rupiah atau secara bisnis saja, tapi bagaimana 75% ini masuk di dalam edukasi perubahan perilaku," kata dia.

Di kesempatan yang sama, Divisi Suistainability PT Nestle Indonesia Faiza Anindita mengatakan bahwa Nestle memiliki target untuk mencapai nol emisi gas rumah kaca pada 2050.

"Bahwa Nestle sudah mendatangani Komitmen UN Business Ambition for 1.5ºC di bulan Desember 2020 kemarin secara global kami telah menyampaikan rencana pencapaian emisi net Zero kami akan kami capai di tahun 2050," kata Faiza.

Karena itu kata Faiza pihaknya akan mengurangi separuh emisi di tahun 2030.

"Di mana pencapaian tersebut kami akan mengurangi separuh edisi kami pada tahun 2030 dengan bekerja sama dengan semua mitra kami baik dari agrikultur para petani industri lembaga swadaya masyarakat konsumen dan pemerintah untuk dapat mengurangi karbon kami," ucap Faiza.

Ketua Pengelola TPS 3R Bantas Lestari Ni Nyoman Sarasmini mengatakan TPS nya merupakan infrastructur pengelolaan sampah yang dibangun dengan dana APBN Tahun 2017 dari Kementerian PUPR.

Beberapa Unit usaha yang dikembangkan di antaranya unit usaha pengangkutan sampah, unit usaha composting, unit usaha pembibitan, untuk usaha Bank Sampah, budidaya maggot budidaya, peternakan ayam lele serta unit usaha kerajinan dari bahan daur ulang.

Kata dia, berbagai upaya pengelolaan sampah yang telah dilakukan tersebut merupakan upaya kolaboratif, karena sudah melibatkan peran fungsi setiap pemangku/ kepentingan di sepanjang rantai persampahan. Yaitu, pemerintah dunia usaha industri akademisi masyarakat pada setiap siklus tahapan pengolahan sampah.

"Dimulai dari pembatasan timbulan, pendaurulangan, pemanfaatan kembali hingga ke upaya upaya penanganan yang meliputi pemilihan pengumpulan pengangkutan pengolahan dan pemrosesan akhir yang sesuai dengan prinsip ekonomi sirkular," kata Ni Nyoman.

Sementara itu  Founder Lyfewithless Cynthia Lestari mengatakan masyarakat harus mengubah mindset yakni memiliki tanggungjawab terhadap barang yang konsumsi bukan hanya pada saat ingin berbelanja dan sampai barang diterima

Namun kata dia, bagaimana tanggung jawab terhadap barang yang dibeli dikelola.

"Tanggung jawab itu bukan saat pada saat barang kita kita terima paket bagi anak muda nih lebih sering belanja online. Tapi tanggung jawab kita itu adalah sampai dengan pemakaian dari barang itu selesai, sampai dan pemakaian itu habis sampai dengan pemakaian itu rusak, sampai dengan bagaimana kita mengelola si barang itu. Jadi tanggung jawab kita gede banget dalam memasukkan satu konsumsi ke hidup kita," kata Cynthia.

Karena itu kata Cynthia pihaknya memiliki kampanye dalam hal mengurangi karbon. Cynthia menuturkan pertama bijak berkonsumsi dan kedua kampanye pakai sampai habis.

"Bagaimana kita bisa merencanakan anggaran dan juga pembelian sebelum melakukan pembelian,  membeli produk lockal itu udah pasti, membeli pada toko yang sama untuk mengurangi karbon footprint, konsumsi energi dengan bijak dan recycle dan upcyle.  Kedua kampanye pakai sampai habis. Kampanye  untuk mengajak  dan mengedukasi masyarakat untuk tanggung jawab dengan konsumsinya dengan mengirimkan kemasan kosong pada produk kecantikannya ke LWL untuk direcyle" tandasnya.

Indah Raftiarty ER
Pranata Humas Ahli Muda Kementerian PUPR

Berikan Komentar >
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

NEWS

TERKINI