5 Prinsip Kampanye Jitu untuk Gaet Suara Milenial

Dengan lima cara itu, para caleg atau capres/cawapres berpotensi meraup suara besar di Pemilu 2019

Sabtu, 20 Oktober 2018 | 13:21 WIB
5 Prinsip Kampanye Jitu untuk Gaet Suara Milenial
Diskusi politik bertema "Pemilih Milenial Dan Masa Depan Bangsa" di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/10/2018). (Suara.com/Yosea Arga)

Suara.com - Founder and CEO Alvara Research Center, Hasanudin Ali menyebutkan, ada 5 prinsip yang dapat digunakan para calon legislatif (caleg) maupun capres-cawapres dalam berkampanye untuk meraup suara kaum milenial dalam Pemilu 2019.

Menurut dia, kaum milenial dapat menentukan arah dan nasib Bangsa Indonesia ke depan. Hal tersebut merujuk pada presentase ada yakni 43 persen pemilih yang berumur 17 hingga 30 tahun.

Hasanudin menyebut capres-cawapres maupun caleg harus memperhatikan kode bahasa yang digunakan dalam berkampanye. Hal tersebut menjadi sangat penting karena kaum milenial sarat akan kebutuhan yang bersifsat informasi.

"Itu mengalir begitu deras begitu ya, maka kampanye yang digunakan harus menggunakan bahasa-bahasa yang praktis tidak boleh janji-janji yang mengawang dan seterusnya," kata Hasanudin di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/10/2018).

Hasanudin menegaskan, jika kaum milenial lebih cenderung menyukai sesuatu yang bersifat authentic dalam arti penampilan karakter yang tidak boleh melakukan pencitraan.

"silakan bedaknya jangan terlalu tebal, paramilinial tidak suka. lebih suka apa adanya," jelasnya.

Prinsip ketiga yakni novelty atau pembaharuan. Hasanudin mengatakan sesuatu yang disampaikan oleh para calon harus memiliki unsur kejutan untuk para milenial.

"karena generasi yang kepo yang suka sesuatu hal yang baru Maka mereka selalu ingin kejutan-kejutan Apalagi apalagi apalagi makanya kemarin misalkan apa pembukaan Asian Games itu menjadi sesuatu yang faktor kejutan," tutur Hasanudin.

Prinsip keempat adalah interactivity atau harus interaktif. Dirinya berpendapat cara kampanye harus dengan dialogis yang tidak statis atau monoton. Karena milenial tidak suka kampanye dengan sistem satu arah.

"Makanya biasanya harus ada hal tanya jawab lebih ke arah buka dialog dengan peserta kampanye" bebernya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

NEWS

TERKINI