Suporter Rusia Sudah Bersiap Hadapi Kerusuhan, Benarkah?

Rizki Nurmansyah
Suporter Rusia Sudah Bersiap Hadapi Kerusuhan, Benarkah?
Suporter asal Inggris tampak sedang berkonfrontasi dengan kepolisian Prancis di Marseille dalam Piala Eropa 2016, (10/6) [Reuters/Jean-Paul Pelissier]

"Ada 150 orang pendukung Rusia yang ternyata adalah berandalan."

Suara.com - Kejaksaan Marseille berikan penjelasan terbaru terkait kerusuhan selama tiga hari yang melibatkan para suporter Rusia, Inggris, dan Prancis di Marseille's Vieux Port, beberapa waktu lalu.

Mereka menjelaskan jika suporter Rusia memang telah bersiap untuk tindakan dan aksi penyerangan terhadap suporter lawan selama Piala Eropa 2016 berlangsung. Seorang warga Inggris dilaporkan dalam kondisi kritis akibat kerusuhan itu, sedangkan 35 lainnya mengalami luka-luka.

Huru-hara yang terjadi di dalam maupun di luar stadion di Marseille ini telah membuat Federasi Sepakbola Eropa (UEFA) jengkel. Mereka pun mengancam akan mengeluarkan Rusia dan Inggris dari kancah Piala Eropa 2016 jika kekerasan terus berlangsung.

"Ada 150 orang pendukung Rusia yang ternyata adalah berandalan. Orang-orang itu benar-benar telah siap untuk tindakan dan penyerangan yang sangat keras," kata Kepala Kejaksaan Marseille, Brice Robin.

Aksi pertarungan antar-suporter itu dilengkapi dengan batang logam dan pelemparan botol-botol bir dalam kerusuhan di jalanan Marseille, sebagaimana terjadi juga di kota Nice, Lille, dan Paris. Peristiwa itu menjadi tantangan bagi federasi sepak bola Eropa untuk membasmi berandalan.

Di kota lain Mediterania yang tidak jauh dari Marseille, Kejaksaan Nice menyebut tindakan kekerasan di kota mereka melibatkan juga para suporter Irlandia Utara pada, Sabtu (11/6/2016) malam, dipicu sisa-sisa pendukung tim Prancis yang dikenal dengan Nice Brigade.

Para pendukung tim Inggris mengklaim telah disergap oleh penyerang Rusia dalam satu insiden. Tapi, Kejaksaan Marseille memastikan para pendukung Inggris juga bertanggung jawab dalam beberapa kerusuhan di Marseille.

Pada Senin (13/6/2016), sebuah pengadilan Marseille memulai proses pengadilan jalur cepat terhadap 10 orang yang ditahan polisi, enam warga Inggris, tiga warga Prancis, dan seorang dari Austria. Mereka didakwa lakukan tindakan kekerasan menggunakan senajata, terutama saat melawan aparat penegak hukum.

Dalam sidang pertama, lima orang suporter Inggris dipidana penjara dalam satu hingga tiga bulan, sedangkan seorang warga Prancis mendapatkan hukuman hingga dua tahun.

"Saya sangat menyesal. Saya berada pada tempat dan waktu yang salah. Tapi, saya bukanlah berandalan," kata warga Inggris Alexander Booth (20) kepada hakim sebelum putusan pidana dua bulannya dibacakan.