Kalau Lupa Niat, Apakah Puasa Kita Tetap Sah?

Pada hakikatnya berpuasa harus berniat.

Senin, 13 Mei 2019 | 16:25 WIB
Kalau Lupa Niat, Apakah Puasa Kita Tetap Sah?
Ilustrasi puasa Ramadan. (Shutterstock)

Suara.com - Ketiduran atau tidak sahur, jadi alasan klasik seseorang lupa niat puasa. Tapi bagaimana jadinya puasa Ramadan kita? Apakah tetap sah?

Ustaz Yazid Muttaqin, santri alumni Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta, kini aktif di kepengurusan PCNU Kota Tegal, menjelaskan hukumnya. Sebab pada hakikatnya berpuasa harus berniat.

Berikut penjelasannya:

Sudah menjadi pemahaman bersama umat Islam di Indonesia yang notabene mayoritas bermazhab Syafi’i, bahwa niat puasa wajib khususnya puasa Ramadan harus dilakukan pada waktu malam hari di mana keesokan harinya akan menjalani puasa. Rentang waktu malam ini adalah waktu setelah terbenamnya matahari (maghrib) sampai dengan sebelum terbitnya fajar shadiq (belum masuk waktu salat subuh). Berdasarkan sabda Rasulullah:

“Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari maka tak ada puasa baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah; lihat Hasan Sulaiman Nuri dan Alwi Abas al-Maliki, Ibanatul Ahkam fii Syarhi Bulughil Maram, juz 2, hal. 376)

Seperti dijelaskan Imam Nawawi al-Bantani dalam Kâsyifatus Sajâ, untuk puasa wajib, termasuk puasa bulan Ramadhan, niat yang demikian itu harus dilakukan setiap malam karena puasa dalam tiap-tiap harinya adalah satu ibadah tersendiri. Dengan demikian, bila seseorang lupa belum berniat pada malam hari maka puasa pada siang harinya dianggap tidak sah.

Pertanyaannya kemudian adalah bila sudah jelas puasa pada hari tersebut tidak sah karena pada malam harinya lupa belum berniat, maka apakah diperbolehkan bila pada hari itu orang tersebut tidak berpuasa? Toh bila pun ia berpuasa sudah jelas puasanya tidak sah.

Hukum fiqih tetap mewajibkan orang tersebut berpuasa pada hari itu meskipun sudah jelas puasanya tersebut tidak sah. Tidak berhenti sampai di sini, orang tersebut juga harus mengganti (mengqadha) puasa hari tersebut di hari lain di luar bulan Ramadhan (Nawawi al-Bantani, Kâsyifatus Sajâ [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008), hal. 192). Barangkali ini merupakan “kerugian” besar bagi pelakunya. Hanya karena teledor dan lalai dalam memperhatikan niat seseorang harus tetap berpuasa, tapi puasanya itu dianggap tidak sah dan harus melakukan puasa ulang untuk menggantinya. Terlebih bila melihat dari sisi kemuliaan bulan Ramadhan maka jelas puasa sehari yang dilakukan di bulan Ramadhan jauh lebih bernilai dari pada puasa yang dilakukan di luar bulan Ramadhan.

Meski demikian ulama mazhab Syafi’i tetap memberi solusi bagi siapa saja yang lupa belum berniat puasa Ramadhan pada malam harinya. Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab menuturkan solusi tersebut sebagai berikut:

“Disunahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadhan di pagi harinya. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah: Maktabah Al-Irsyad, tt.], juz VI, hal. 315)

Berikan Komentar >
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

NEWS

TERKINI