Jadi Tradisi Lebaran, Ternyata Ini Hubungan Memaafkan dan Struktur Otak

Peneliti menunjukkan bagaimana seorang pemaaf mempunyai struktur otak berbeda.

Rabu, 05 Juni 2019 | 14:45 WIB
Jadi Tradisi Lebaran, Ternyata Ini Hubungan Memaafkan dan Struktur Otak
Ilustrasi: Saling memaafkan saat lebaran. (Shutterstock)

Suara.com - Idul Fitri di Indonesia selalu identik dengan saling meminta maaf serta memaafkan kesalahan orang lain yang pernah terjadi atau dilakukan pada masa lampau. Tahukah kamu bahwa saling memaafkan bisa memengaruhi struktur otak?

Tradisi saling memaafkan membuat Idul Fitri begitu istimewa, terlebih karena jalinan silaturahmi dapat terus terjaga.

Nah, memaafkan bukan sekadar aksi yang tak mempunyai efek apapun pada tubuh. Sebaliknya, memaafkan ternyata berdampak pada otak kita.

Dikutip dari laman Neurologys Times, para peneliti telah memelajari sikap memaafkan. Mereka menemukan, kecenderungan untuk memaafkan adalah sifat yang terkait dengan karakteristik struktural dan metabolisme otak tertentu.

Para psikolog telah lama berpendapat bahwa menyimpan dendam tidak bermanfaat bagi kesehatan emosi atau fisik seseorang. Di sisi lain, memaafkan atau pertanggungjawaban juga dapat berdampak pada hasil hukum dalam situasi kriminal.

Beberapa penelitian telah menilai pengampunan dan apakah ada korelasi dengan anatomi otak. Dalam satu penelitian, relawan mengisi kuesioner untuk menilai kecenderungan mereka sendiri untuk memaafkan.

Penjelasan bagian otak (Pixabay/Artsybee)
Penjelasan bagian otak (Pixabay/Artsybee)

Morfologi berbasis Voxel, yang menilai volume otak relatif, digunakan untuk mengukur secara objektif apakah ada korelasi antara kecenderungan memaafkan yang dinilai sendiri dengan struktur otak. Bahkan, penelitian ini konsisten dengan hasil beberapa penelitian serupa lainnya.

Hasilnya, orang yang memiliki korteks insular kecil, yang juga berhubungan dengan perasaan jijik, cenderung lebih pemaaf.

Bagian otak bernama gyrus frontal inferior yang diketahui memainkan peran kuat dalam bahasa dan konteol impuls, ternyata lebih kecil pada orang yang menganggap mereka lebih pemaaf.

Mana yang lebih sering Anda pikirkan, makan atau bercinta?
Ilustrasi otak. (Shutterstock)

Ini menunjukkan bahwa memaafkan tidak terkait dengan keterampilan verbal dan juga bukan perilaku yang sepenuhnya rasional atau terkontrol yang dapat dimoderasi oleh pikiran dan perasaan yang tidak diartikulasikan dengan baik.

Berikan Komentar >
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

HEALTH

TERKINI