Cerita Hijrah Rangga dari Anak Punk Jalanan Jadi Santri Tasawuf: Jenuh dan Ingat Mati

Kini, Rangga mulai merasa nyaman memilih jalannya berhijrah dan mendalami Islam.

Rizki Nurmansyah
Sabtu, 23 April 2022 | 10:10 WIB
Cerita Hijrah Rangga dari Anak Punk Jalanan Jadi Santri Tasawuf: Jenuh dan Ingat Mati
Erlangga Febriansyah (27) atau yang akrab disapa Rangga, salah seorang santri di Pesantren Tasawuf Underground di Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]

SuaraJakarta.id - Hampir enam tahun hidup menjadi anak jalanan membuat Rangga jenuh. Dirinya merasa gelisah aktivitas yang dilakukan hanya mengamen, mabuk dan tidur.

Belum lagi terkait penggunaan obat psikotropika. Semakin hari, kebebasan yang dilakukan justru semakin membuatnya tak nyaman.

Kini, pemuda bernama Erlangga Febriansyah (27) itu memantapkan diri untuk meninggalkan masa kelamnya sebagai anak jalanan. Dia memutuskan menjadi 'santri' di Pesantren Tasawuf Underground di Ciputat, Kota Tangerang Selatan.

Untuk menjadi 'santri' dan belajar agama menjadi salah satu pilihan yang berat. Pasalnya, godaan kehidupan bebas di jalanan masih belum dapat dia lawan.

"Awalnya 2019 diajak teman namanya Bintang masuk ke sini. Tapi nggak lama, cuma seminggu doang karena memang belum siap," kata Rangga ditemui, beberapa waktu lalu.

Setelah itu, Rangga kembali ke jalanan. Tapi, ia merasakan ada yang aneh dalam dirinya. Usai pergi dari Pesantren Tasawuf Underground, rasa gelisah yang dirasa semakin menjadi. Satu sisi, Rangga malu lantaran sempat kabur meski sudah berada di pesantren.

Beruntungnya, Rangga kembali diajak oleh Bintang untuk gabung kembali di pesantren yang dihuni oleh anak-anak punk jalanan. Meski malu, akhirnya Rangga mau mulai berhijrah.

"Terus pas 2021 diajak lagi sama Bintang. Tadinya minder karena dulu pernah masuk tapi keluar lagi kan. Awalnya cuma mampir-mampir, tapi beliau (pengasuh pesantren) beri semangat dan melihat teman-teman yang lain perubahannya itu memang terlihat. Salut," ungkapnya.

Titik baliknya untuk hijrah dari anak jalanan jadi anak pesantren karena kejenuhannya. Terlebih, dia mulai menyesali perbuatan dan terlintas ingat kematian.

"Lama kelamaan jenuh, nggak ada habisnya. Sudah ketergantungan, sampai kita menyalahgunakan obat psikotropika karena kalau sadar dibawa mengamen gitu malu," paparnya.

Perkenalan dengan Anak Jalanan

Rangga menerangkan, dirinya menjadi anak punk jalanan sejak orangtuanya bercerai pada 2016 lalu. Saat itu, dia dititipkan ke bibinya di Jawa.

Tak lama, Rangga tak betah lalu menyusul bapaknya yang bekerja di Karawang. Sempat ditawari untuk melanjutkan sekolah, tapi dia menolak.

Salah seorang santri di Pesantren Tasawuf Underground di Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]
Salah seorang santri di Pesantren Tasawuf Underground di Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]

Saat itu, Rangga mulai tertarik melihat anak-anak jalanan. Dari mulai ikut merokok, mabuk hingga terlanjur nyaman dengan kebebasan yang didapat menjadi anak punk.

"Mulai ngerokok, ikut jualan miras juga dan akhirnya kenal sama anak punk. Ikut nongkrong, ikut keluar, ngerasa bebas nggak ada yang atur. Akhirnya keterusan," katanya sambil mengenang mulai hidup di jalanan.

Tak hanya itu, Rangga kemudian ikut-ikutan mengonsumsi obat psikotropika dan membuatnya candu. Alasannya, untuk meningkatkan percaya diri dan stamina untuk mengamen.

"Iya, karena saya nggak percaya diri. Biar pede tambah stamina. Lama-lama jenuh juga," sesalnya.

Setelah masuk ke pesantren anak punk itu, Rangga pun sempat khawatir. Pasalnya dua bulan menjadi santri, Rangga kembali gelisah. Perubahan aktivitas dan seretnya pemasukan uang membuatnya kelimpungan.

"Sebulan dua bulan memang wah. Biasanya ngamen pegang uang, begitu di sini awal-awal nggak ada kegiatan. Saya pikir lagi kalau di jalan pun hasilnya hanya buat mabuk nggak ada manfaatnya," bebernya.

Mantap Berhijrah

Kini, Rangga mulai merasa nyaman memilih jalannya berhijrah dan mendalami Islam. Perlahan, Rangga mulai kembali salat dan mengaji.

"Sebelumnya baca doa rukuk dan sujud kadang ketuker. Kalau sekarang Alhamdulillah. Terus sama beliau (pengasuh pesantren) dikasih kesempatan suruh jalanin laundry, penghasilan juga dapat dan lebih tenang bisa ngasih buat anak," kata bapak satu anak itu.

Pesantren Tasawuf Underground di Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]
Pesantren Tasawuf Underground di Ciputat, Kota Tangerang Selatan (Tangsel). [Suara.com/Wivy Hikmatullah]

Diketahui, Pesantren Tasawuf Underground didirikan oleh Ustadz Halim Ambiya. Bermula dari gerakan kajian Islam dari jalan ke jalan lalu menjadi sebuah pesantren. Gerakan itu untuk menuntun kembali para anak punk jalanan meraih surga.

Tak seperti pondok pesantren umumnya dengan bangunan luas, Pesantren Tasawuf Underground ini berada di sebuah ruko lantai 3 di Komplek Ruko Ciputat, Jl. RE Martadinata No.27, Ciputat, Kota Tangerang Selatan.

Saat ini, ada lebih dari 20 anak punk jalanan yang mengkaji ilmu agama di pesantren tersebut. Tak hanya belajar agama, mereka juga diberi peluang untuk menjalankan usaha mulai dari laundry, kafe kopi dan lainnya.

Kontributor : Wivy Hikmatullah

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini