Mudik Saat Masih Puasa, Apa Boleh Batal di Tengah Jalan?

Dikutip dari NU Online, seseorang yang berpuasa kemudian mengadakan perjalanan jauh boleh memilih antara tetap melanjutkan puasanya atau membatalkannya.

Senin, 01 April 2024 | 07:57 WIB
Mudik Saat Masih Puasa, Apa Boleh Batal di Tengah Jalan?
Ilustrasi mudik. (Dok. Pegipegi)

Suara.com - udik lebaran sering kali memakan waktu cukup lama hingga sehati penuh. Bila sudah begitu, tentu tenaga akan lebih cepat terkuras terlebih saat sedang puasa Ramadan. Islam memberikan banyak perhatian khusus untuk orang yang tengah dalam kondisi bepergian atau musafir. Perhatian tersebut dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan dan keringanan bagi para musafir apalagi saat puasa.

Dikutip dari NU Online, seseorang yang berpuasa kemudian mengadakan perjalanan jauh boleh memilih antara tetap melanjutkan puasanya atau membatalkannya. Sayyidah Aisyah ra menceritakan bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami ra pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang puasa dalam perjalanan.

Rasul pun memberikan jawaban, ‘'Jika kamu menghendaki maka tetaplah berpuasa, dan jika kamu tidak menghendaki maka batalkanlah" (H.R. Muslim).

Ilustrasi mudik gratis PLN 2024 (Ji Vispo/Pixabay)
Ilustrasi mudik gratis PLN 2024 (Ji Vispo/Pixabay)

Adanya pilihan bagi orang yang mengadakan perjalan jauh atau musafir antara tetap menjalankan puasa atau membatalkannya sebenarnya tidak ada persoalan di antara para ulama. Namun yang menjadi perbedaan pendapat mengenai mana yang paling utama, tetap menjalankan puasa atau membatalkannya.

Perbedaan itu setidaknya terbelah menjadi dua. Pedapat pertama menyatakan bahwa yang paling utama bagi musafir ialah tetap berpuasa. Di antara yang menyuarakan pandangan ini adalah imam Abu Hanifah berserta para pengikutnya, imam Malik, dan imam Syafii.

Pendapat kedua menyatakan bahwa yang paling utama bagi orang yang mengadakan perjalanan jauh atau musafir tidak melakukan puasa. Di antara kalangan ulama yang menyuarakan pendapat ini adalah imam al-Auza’i, imam Ahmad, dan imam Ishaq. 

Dari kedua pendapat yang dikemukakan tersebut, pendapat pertama yang menyatakan bahwa musafir lebih utama memilih untuk tetap berpuasa lebih dianjurkan. Tetapi dengan catatan sepanjang puasa tersebut tidak membahayakan dirinya. Apabila berpuasa ternyata membahayakan dirinya, maka yang paling utama tidak berpuasa.

Maka musafir bisa memilih antara berpuasa dan tidak. Dan berpuasa itu lebih utama apabila tidak tampak adanya bahaya. (Imam al-Haramain al-Juwaini, Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Madzhab, tahqiq, Abdul Azhim Mahmud ad-Dib, Bairut-Dar al-Minhaj, cet ke-1, 1428 H/2007 M, juz, 4, h.51).

Namun demikian, bagi orang yang bepergian jauh dan memilih untuk tidak berpuasa Ramadan maka segeralah meng-qadha puasa yang ditinggalkan setelah bulan Ramadan usai. 

Dapatkan update breaking news dan berita pilihan kami dengan mengikuti Suara.com WhatsApp Channel di ponsel kamu
Berikan Komentar >
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

LIFESTYLE

TERKINI