Euro 1992, Denmark "From Zero to Hero"

Rizki Nurmansyah
Euro 1992, Denmark "From Zero to Hero"
Kisah timnas Denmark menjuarai Piala Eropa 1992 di Swedia diabadikan menjadi sebuah perangko oleh pemerintah Denmark [Shutterstock]

Kisah sukses yang diukir Denmark sekaligus menegaskan bahwa sepakbola itu tak ubahnya sebuah "misteri ilahi".

Suara.com - From zero to hero. Ungkapan ini ditunjukkan tim nasional Denmark pada kiprahnya di Piala Eropa 1992 di Swedia. Datang sebagai tim pengganti, siapa yang bakal menyangka jika akhirnya tim yang ketika itu diasuh Richard Moller Nielsen keluar sebagai kampiun Eropa untuk pertama kali.

Kisah sukses yang diukir Denmark sekaligus menegaskan bahwa sepakbola itu tak ubahnya sebuah “misteri ilahi”.

Denmark datang ke turnamen yang digelar 10-20 Juni 1992 sebagai pengganti Yugoslavia yang dicoret lantaran pelanggaran HAM akibat perang saudara yang terjadi di negara itu.

Tim Dinamit, julukan Denmark, berhak gantikan Yugoslavia—negara yang kini telah pecah jadi beberapa negara, seperti Serbia, Montenegro, Slovenia, Kroasia, Makedonia, dan Bosnia-Herzegovina—lantaran statusnya sebagai runner-up grup pada kualifikasi Piala Eropa 1992.

Keputusan penggantian yang diambil UEFA, praktis membuat tim yang kala itu diperkuat sejumlah pemain bintang, seperti Peter Schmeichel dan Brian Laudrup, hanya punya persiapan selama 10 hari saja.

Seperti diduga, penampilan Tim Dinamit di fase grup putaran final pun terhitung biasa-biasa saja. Di laga pertama mereka menahan imbang Inggris tanpa gol. Pada laga kedua, mereka takluk 0-1 dari tuan rumah Swedia.

Di partai terakhir Tim Dinamit menggulung Prancis dengan skor 1-2, yang sekaligus mengantarkan mereka lolos ke semifinal dengan status runner-up grup.

Pada babak semifinal Tim Dinamit dipertemukan dengan juara bertahan Belanda. Performa luar biasa Denmark baru mulai kelihatan di fase ini.

Mereka berhasil menahan imbang 2-2 Belanda sampai babak perpanjangan waktu, sehingga memaksa digelarnya adu penalti.

Dalam drama tersebut Denmark menang 5-4 setelah Marco van Basten yang jadi bintang di piala Eropa sebelumnya di Jerman Barat—tahun 1988—gagal menjalankan tugasnya sebagai salah satu eksekutor tendangan 12 pas.