Irma Suryani, "Politisi Jalanan" Pejuang Kaum Buruh

Arsito Hidayatullah | Dian Rosmala
Irma Suryani, "Politisi Jalanan" Pejuang Kaum Buruh
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani. [Dok.pribadi]

Pengalaman menjadi pekerja dan berorganisasi adalah modal kuat baginya dalam bekerja di Komisi IX.

Suara.com - Berawal dari rasa empati yang mendalam terhadap nasib kaum buruh di Indonesia, Irma Suryani akhirnya memutuskan untuk terjun ke dunia politik. Baginya, tidak cukup berjuang hanya melalui pengeras suara dalam gerakan massa, atau berjuang di luar sistem. Dia merasa harus masuk ke dalam sistem dan ikut mempengaruhi sistem tersebut.

Pemikiran itulah yang antara lain mengantarkan perempuan kelahiran Metro, Lampung, 6 Oktober 1965, tersebut ke kursi jabatannya saat ini. Tepatnya, Irma kini adalah anggota Komisi IX DPR RI untuk masa jabatan 2014-2019, dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem).

"Selama ini kan saya berjuang dengan teman-teman di jalanan. Ya, parlemen jalanan-lah, sebagai aktivis. Tentunya, setelah selama ini kita berjuang di jalanan, kami berpikir, tidak mungkin kami bisa mempengaruhi kebijakan-kebijakan publik oleh pengelola negara, kalau kita tidak bisa masuk sebagai salah satu pengelola negara," papar Irma.

"Maka, saya mencalonkan diri menjadi salah satu anggota parlemen, DPR RI. (Dan akhirnya) Karena dengan saya duduk sebagai anggota DPR RI, saya juga bisa mempengaruhi kebijakan publik yang memiliki dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat," sambungnya.

Sebelumnya, perempuan yang memiliki nama lengkap Irma Suryani Chaniago ini tercatat menamatkan studinya di bangku SMAN 3, di Palembang, pada tahun 1985 lalu. Kemudian dia melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia, Jakarta, hingga berhasil meraih gelar sarjana pada tahun 1991.

Sebelum terjun ke dunia politik, Irma tercatat pernah bekerja di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, tepatnya pada tahun 1991 sampai 1993. Selain itu, dia juga pernah bekerja di PT Jakarta International Container Terminal (JICT) Jakarta pada tahun 1993-2001, dan PT Minanjau Putra Persada di Jakarta Timur, pada tahun 2002-2013.

Di sela kesibukannya sebagai pekerja di beberapa perusahaan itulah, Irma mulai kenal dan menekuni aktivitas dunia perburuhan. Salah satunya adalah ketika bersama kawan-kawannya dia membentuk organisasi buruh yang diberi nama Forum Komunikasi Serikat Pekerja (SP) JICT. Di situ dia bahkan sempat dipercaya menduduki jabatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) pada periode 2000-2001.

"Pada saat saya bekerja di PT Pelabuhan Indonesia II, di Unit Terminal Peti Kemas namanya, itu saya sudah mulai ikut di serikat pekerjanya di pelabuhan. Dan kita membentuk Forum Komunikasi Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal, dan saya (sebagai) Sekretaris Jenderalnya di situ. Jadi saat itu mulai ada aktivitas organisasi di Jakarta khususnya,” papar Irma.

Irma tampaknya memang merupakan sosok perempuan yang senang berorganisasi. Makanya, tidak aneh jika ibu beranak dua ini juga dikenal sebagai seorang aktivis. Selain SP JICT, beberapa organisasi lain yang diikutinya adalah: IFIS di bagian public relations pada tahun 2001-2004; di Indonesia Satu Womens Club sebagai Ketua Umum Pejompongan 56 pada periode 2002-2005; SBMNI sebagai Sekjen dari tahun 2000 hingga sekarang; SBPI MPO sebagai Ketua periode 2004 hingga sekarang; Garnita Nasdem Jakarta sebagai Ketua Umum mulai tahun 2011 sampai sekarang; juga Gemuruh Nasdem Jakarta sebagai Ketua Umum sejak tahun 2012 hingga sekarang.

Lebih jauh bahkan menurut pengakuan Irma, sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMPN 3 Palembang) pada tahun 1979-1982, pun dirinya sudah senang berorganisasi.

"Saya senang berorganisasi. Sejak SMP saya sudah jadi Sekretaris OSIS. Pernah ikut Pramuka. Kemudian sejak kuliah pun saya juga mulai sering kumpul-kumpul sama teman-teman aktivis. Bahkan teman-teman aktivis yang dulu dikejar-kejar polisi, itu beberapa kadang-kadang sembunyinya juga di kos saya," tutur Irma memberi pengakuan.


Irma Suryani saat menerima perwakilan pelaut di DPR.
Melanjutkan Perjuangan di Parlemen
Irma terpilih sebagai anggota DPR RI dari Partai NasDem, mewakili daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan II, pada Pemilu Legislatif 2014 lalu. Wilayah dapilnya mencakup Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Ilir, Empat Lawang, hingga Kota Muara Enim, Lahat, Pagar Alam dan Prabumulih.

Oleh fraksinya, Irma lantas ditempatkan di Komisi IX yang mengurusi bidang kesehatan dan ketenagakerjaan. Penempatan dirinya di Komisi IX ini tentu dirasa sebagai sesuatu yang tepat sekali bagi Irma. Pasalnya, Komisi IX semakin memberikan keleluasaan bagi dirinya untuk memperjuangkan tujuan dan niatnya sejak awal, yaitu memperjuangkan hak-hak para pekerja.

Irma pun mengakui, selama menjabat sebagai wakil rakyat, dia akan selalu berkomitmen dengan niat awalnya masuk ke dunia politik. Dengan kata lain, dia akan senantiasa gigih memperjuangkan nasib kaum buruh.

Bahkan menurut Irma, setiap kali mendapati suatu permasalahan yang menimpa nasib kelompok pekerja, dia tidak pernah berdiam diri atau sekadar mengeluarkan statement semata. Dia biasanya akan langsung turun ke lapangan, bertemu dengan pihak perusahaan, melakukan koordinasi dengan pihak perusahaan tersebut untuk mencari solusi bersama atas keluhan para pekerja.

"Selama saya menjadi anggota DPR, saya (berusaha) tidak hanya melakukan statement politik. Ketika terjadi PHK misalnya, ketika terjadi demonstrasi di suatu perusahaan, saya juga datang ke perusahaan tersebut, kemudian melakukan koordinasi dengan manajemen perusahaan bersama-sama dengan serikat pekerja, untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi antara perusahaan dengan pekerja. Sehingga terjadi koordinasi yang bagus, hingga kemudian masalah bisa terselesaikan. Itu yang menjadi concern saya sekarang," paparnya.

"Harus ada penyelesaian konkrit di lapangan, untuk kawan-kawan buruh dan perusahaan. Karena menurut saya, perusahaan dan buruh itu satu. Buruh penting memiliki (manajemen) perusahaan sebagai birokrasinya, tapi perusahaan juga penting memiliki buruh sebagai investasi agar bisa menjalankan perusahaannya dengan baik. Jadi, dua ini harus berjalan seiring. Win-win solution-lah. Salah satu nggak boleh ada yang dirugikan," ujar Irma menambahkan.

Ditambahkan Irma, untuk saat ini, dia bersama rekan-rekannya di Komisi IX DPR sedang menggarap Undang-Undang (UU) Perlindungan Pekerja Indonesia Luar Negeri (PPILN). Menurutnya, jika sebelumnya UU yang ada lebih menitikberatkan pada penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, maka kali ini UU tersebut akan dititikberatkan pada perlindungan tenaga kerja.

"Saat ini kita sedang menggarap Undang-Undang PPILN. Insya Allah pertengahan tahun ini selesai. Undang-Undang ini dulunya menitikberatkan 70 persen pada rekrutmen, pemberdayaan. Tapi sekarang 70 persen pada perlindungan, dan 30 persen penempatannya. Karena ternyata pekerja kita yang di luar negeri itu lebih membutuhkan perlindungan daripada penempatan. Walaupun penempatan itu penting, tapi perlindungan itu lebih penting," tegas Irma.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI