Komisi VIII: Aturan CSR Diharapkan Tak Bebani Perusahaan
Program CSR di Sumsel sendiri diakui belum berjalan maksimal.
Suara.com - Peraturan Corporate Social Responsibility (CSR) yang ingin dirancang oleh Komisi VIII DPR RI dalam bentuk RUU, diharapkan tidak membebani sejumlah perusahaan yang memiliki kewajiban untuk menjalankan program CSR. Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII Ledia Hanifa Maliah menyampaikan hal tersebut di Palembang, Sumsel, saat bertemu dengan Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki dan sejumlah BUMN maupun perusahaan swasta, Kamis (2/6/2016).
"Kami dapat amanah untuk menyusun draf RUU tentang tanggung jawab sosial perusahaan," ujar Ledia.
Aturan CSR, kata Ledia, diupayakan tidak menyulitkan atau membebani operasional dan kinerja keuangan perusahaan yang memiliki kewajiban CSR. Diketahui, program CSR ini ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat miskin, sekaligus untuk memperbaiki kualitas lingkungan di sekitar perusahaan. CSR juga bertujuan untuk menutupi kekurangan anggaran yang dialokasikan pemerintah dalam APBN.
Sebelumnya, Ishak Mekki mengungkapkan bahwa program CSR di Sumsel belum berjalan maksimal, karena belum ada sinergitas yang baik antara pemerintah dan perusahaan. Namun menurutnya, bila kelak aturan CSR sudah berjalan baik, diharapkan bisa menanggulangi masalah-masalah sosial. Menurutnya pula, Forum CSR nantinya harus mengutamakan masyarakat miskin yang hidupnya belum layak.
Pertemuan di kantor Gubernur Sumsel itu sendiri dihadiri lima perusahaan yang beroperasi di Sumsel, yaitu PT Indofood, PT Mayora, PT Semen Baturaja, PT Pupuk Sriwijaya, serta PT Bukit Asam. Pihak masing-masing perusahaan mengaku sudah menjalankan CSR.
Pihak PT Bukit Asam, misalnya, menyatakan lebih senang memberikan CSR langsung kepada masyarakat daripada melalui forum. Sementara besaran CSR disebut idealnya adalah 4 persen dari keuntungan tahun yang sudah berjalan. [DPR]