Anggota DPR: Mendikbud Jangan Rampas Hak Bermain Anak
“Saya minta implementasi sistem ini harus di dahului dengan kajian yang utuh," katanya.
Gagasan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait sekolah sehari penuh atau full day school di tingkat SD dan SMP menuai pro dan kontra. Gelombang penolakan pun datang dari berbagai kalangan, termasuk dari Wakil Ketua Komisi X DPR Sutan Adil Hendra.
“Belum selesai kita membenahi masalah kurikulum yang kerapkali diacak-acak, sekarang muncul gagasan untuk anak sekolah sehari penuh, hanya dengan alasan pendidikan dasar saat ini tidak siap menghadapi perubahan zaman,” kata Sutan, Rabu (10/8/2016).
Politisi Fraksi Gerindra mengingatkan Mendikbud untuk mengkaji ulang ide sekolah sehari penuh ini. Perlu ada pertimbangan terhadap hak bermain anak-anak, agar jangan dirampas oleh kebijakan yang prematur.
“Saya minta implementasi sistem ini harus di dahului dengan kajian yang utuh, jangan parsial dan prematur seperti sekarang. Pikirkan juga peran orang tua jika kebijakan ini jadi diterapkan, termasuk masalah dukungan anggaran dan sarana prasarana dari perubahan ini,” kata Sutan.
Menurut Sutan jika kebijakan tersebut diterapkan akan mengurangi interaksi anak dengan orang tuanya, termasuk waktu untuk mengaji yang biasanya dilaksanakan pada sore hari. Dia juga khawatir kebijakan ini akan membebani orangtua karena harus memberi uang saku lebih kepada anak. Mengingat, tidak semua orangtua dikategorikan mampu.
“Bagaimana dengan konsumsi anak saat siang atau sore hari, apakah orang tua bisa selalu memberikan uang saku lebih atau bekal. Mengingat kita juga tahu, banyak anak sekarang yang tidak sarapan pagi karena orangtuanya kurang mampu,” kata Sutan.
Politisi asal dapil ini pun memberi contoh, sistem pendidikan di negara maju justru memberi ruang bagi anak-anak untuk bermain mengembangkan kreativitas dan imajinasi masa kecilnya.
“Finlandia saja yang di anggap memiliki sistem pendidikan dasar terbaik di dunia jam sekolah saja hanya sekitar lima jam tanpa harus di bebani tugas yang menyiksa peserta didik,” katanya.
Untuk itu, sebagai mitra kerja dari Kemendikbud, Sutan meminta agar Mendikbud mengkaji secara mendalam dan menyeluruh mengenai gagasan ini. Apalagi, Sutan juga mendapat aspirasi dari kalangan akademisi dan praktisi pendidikan di Jambi terkait gagasan yang sudah disampaikan Mendikbud kepada Wakil Presiden.
“Pada intinya mereka meminta pemerintah memikirkan lagi rencana ini secara utuh dan mendalam. Suara dari akademisi dan praktisi ini pada dasarnya ingin melindungi hak anak untuk bermain di usia perkembangan mereka,” katanya.
Muhadjir sebelumnya menyampaikan gagasan full day school untuk pendidikan dasar yaitu SD dan SMP untuk sekolah negeri dan swasta. Gagasan ini diajukan agar anak memiliki kegiatan di sekolah dibanding berada sendirian di rumah ketika orangtua masih bekerja.
“Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi 'liar' di luar sekolah ketika orang tua mereka masih belum pulang dari kerja,” kata Muhadjir.
Menurut Muhadjir waktu anak di sekolah membuat siswa bisa menyelesaikan tugas dan mengaji hingga dijemput orangtua usai jam kerja.
“Belum selesai kita membenahi masalah kurikulum yang kerapkali diacak-acak, sekarang muncul gagasan untuk anak sekolah sehari penuh, hanya dengan alasan pendidikan dasar saat ini tidak siap menghadapi perubahan zaman,” kata Sutan, Rabu (10/8/2016).
Politisi Fraksi Gerindra mengingatkan Mendikbud untuk mengkaji ulang ide sekolah sehari penuh ini. Perlu ada pertimbangan terhadap hak bermain anak-anak, agar jangan dirampas oleh kebijakan yang prematur.
“Saya minta implementasi sistem ini harus di dahului dengan kajian yang utuh, jangan parsial dan prematur seperti sekarang. Pikirkan juga peran orang tua jika kebijakan ini jadi diterapkan, termasuk masalah dukungan anggaran dan sarana prasarana dari perubahan ini,” kata Sutan.
Menurut Sutan jika kebijakan tersebut diterapkan akan mengurangi interaksi anak dengan orang tuanya, termasuk waktu untuk mengaji yang biasanya dilaksanakan pada sore hari. Dia juga khawatir kebijakan ini akan membebani orangtua karena harus memberi uang saku lebih kepada anak. Mengingat, tidak semua orangtua dikategorikan mampu.
“Bagaimana dengan konsumsi anak saat siang atau sore hari, apakah orang tua bisa selalu memberikan uang saku lebih atau bekal. Mengingat kita juga tahu, banyak anak sekarang yang tidak sarapan pagi karena orangtuanya kurang mampu,” kata Sutan.
Politisi asal dapil ini pun memberi contoh, sistem pendidikan di negara maju justru memberi ruang bagi anak-anak untuk bermain mengembangkan kreativitas dan imajinasi masa kecilnya.
“Finlandia saja yang di anggap memiliki sistem pendidikan dasar terbaik di dunia jam sekolah saja hanya sekitar lima jam tanpa harus di bebani tugas yang menyiksa peserta didik,” katanya.
Untuk itu, sebagai mitra kerja dari Kemendikbud, Sutan meminta agar Mendikbud mengkaji secara mendalam dan menyeluruh mengenai gagasan ini. Apalagi, Sutan juga mendapat aspirasi dari kalangan akademisi dan praktisi pendidikan di Jambi terkait gagasan yang sudah disampaikan Mendikbud kepada Wakil Presiden.
“Pada intinya mereka meminta pemerintah memikirkan lagi rencana ini secara utuh dan mendalam. Suara dari akademisi dan praktisi ini pada dasarnya ingin melindungi hak anak untuk bermain di usia perkembangan mereka,” katanya.
Muhadjir sebelumnya menyampaikan gagasan full day school untuk pendidikan dasar yaitu SD dan SMP untuk sekolah negeri dan swasta. Gagasan ini diajukan agar anak memiliki kegiatan di sekolah dibanding berada sendirian di rumah ketika orangtua masih bekerja.
“Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi 'liar' di luar sekolah ketika orang tua mereka masih belum pulang dari kerja,” kata Muhadjir.
Menurut Muhadjir waktu anak di sekolah membuat siswa bisa menyelesaikan tugas dan mengaji hingga dijemput orangtua usai jam kerja.