Komisi IX Beri Waktu 45 Hari pada Kemenkes Menilai Metode DSA

Fabiola Febrinastri
Komisi IX Beri Waktu 45 Hari pada Kemenkes Menilai Metode DSA
Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, saat memimpin rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (11/4/2018). (Sumber: Istimewa)

Tidak mudah bagi siapapun untuk melakukan penelitian karena harus cukup data.

Suara.com - Komisi IX DPR RI memberikan waktu 45 hari untuk Satgas Kementerian Kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dalam memberikan penilaian atas teknologi kesehatan terhadap metode Digital Substraction Angiogram (DSA), atau istilah awam disebut terapi cuci otak.

Ketua Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf, menyampaikan, pembentukan satgas ini pun atas kesepakatan bersama dengan Kemenkes. Kemenkes menyanggupi permintaan tersebut dengan tenggat waktu selama 45 hari.

“Ya, tenggatnya 45 hari. Tadi mereka (Kemenkes) minta waktu, dan satuan tugasnya terhitung hari ini,” ungkap Dede, usai memimpin sidang di ruang rapat Komisi IX, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (11/4/2018).

Komisi IX DPR RI juga mendesak Kemenkes, KKI, dan IDI untuk bertanggung jawab memberikan penjelasan terkait keamanan metode DSA kepada masyarakat, agar dapat meredam keresahan.Menurut Dede, waktu lebih dari satu bulan itu bukan merupakan waktu yang lama.

Ia menilai, tidak mudah bagi siapapun untuk melakukan penelitian karena harus mengantongi cukup data dari berbagai sumber.

“Melakukan penelitian tentu tidak mudah, kan harus mendapatkan informasi-informasi baik dari pasien dan dari sumber lainnya,” jelas Dede.

Oleh karena itu, politisi Partai Demokrat itu pun menekankan putusan terkait hasil penilaian teknologi kesehatan tersebut tidak bisa diperoleh secara cepat.

“Jadi enggak bisa besok langsung diputuskan. Enggak bisa,” ujarnya.

Di sisi lain, Ketua Umum PB IDI, Prof dr Ilham Oetama Marsis Sp.OG juga menyampaikan penyesalan atas tersebarnya surat keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang bersifat internal dan rahasia, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. PB IDI juga menjelaskan, keputusan MKEK bersifat final untuk proses selanjutnya direkomendasikan kepada PB lDl.

Selain itu, PB IDI juga menyampaikan keputusan penundaan pelaksanaan putusan sesuai rekomendasi MKEK kepada dr Terawan untukmemberikan sanksi pemecatan sementara dan pencabutan izin praktik. IDI menegaskan, sampai saat ini, dr Terawan tetap menjadi anggota IDI dan masih dapat berpraktik sebagaimana biasanya.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI