Ketua DPR Menilai Perlu Strategi Hemat Anggaran untuk Pemilu

Fabiola Febrinastri
Ketua DPR Menilai Perlu Strategi Hemat Anggaran untuk Pemilu
Bambang Soesatyo. (Suara.com/Ria Rizki)

Pada Pilkada 2018 di 171 daerah, ada sekitar Rp 15,15 triliun yang dikeluarkan.

Suara.com - Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo menilai, pelaksanaan Pilkada dan Pileg di Indonesia saat ini masih menghabiskan biaya tinggi. Karenanya diperlukan strategi baru untuk dapat menghemat anggaran pelaksanaan Pilkada dan Pemilu, salah satunya dengan digitalisasi.

"Kunci menghemat anggaran pelaksanaan Pilkada dan Pemilu adalah digitalisasi. Semua kegiatan perlu menggunakan cara digital, baik persiapan, tahapan, pelaksanaan, pemungutan maupun rekapitulasi. Jika pemungutan suara menggunakan sistem elektronik akan menghemat biaya logistik, seperti kertas suara, tinta maupun paku," ujar Bamsoet, saat menjadi keynote speaker dalam seminar "Upaya Mereduksi Political Cost dalam Pemilu dan Pilkada di Indonesia", di Jakarta, Minggu (25/11/2018).

Tampil sebagai narasumber antara lain, Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi, Bibit Samad Rianto, Kepala Satgas Politik Direktorat Dikyanmas KPK, Guntur Kusmeiyano, politisi Achmad Mubarok serta Jadi Suriadi.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini mencatat, sekitar Rp 7 triliun lebih uang negara digunakan untuk penyelenggaraan Pilkada 2015, yang diikuti 269 daerah. Sementara di Pilkada 2017, yang diikuti 101 daerah, anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 5,9 triliun. Pada Pilkada 2018 di 171 daerah, ada sekitar Rp 15,15 triliun yang dikeluarkan.

Baca Juga: DPR: Pemberlakuan Perda Syariah Mengacu Kesepakatan Bernegara

"Tantangan ke depan adalah bagaimana menyelenggarakan Pilkada dan Pemilu yang semakin efektif dan efisien. Kemajuan teknologi dan revolusi industri 4.0 harus kita manfaatkan dalam pelaksanaan Pilkada dan Pemilu berikutnya, sehingga dapat menekan biaya pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia," kata Bamsoet.

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, cara menekan biaya Pilkada dan Pemilu, yang pertama adalah integrasi pendataan pemilih yang selama ini kerap dilakukan terpisah antara Pilkada, yang satu dan yang lain dengan Pemilu nasional. Misalnya dalam penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar pemilih Tambahan (DPTb) pada Pilkada 2018. Daftar pemilih ini dapat menjadi DPT Pemilu nasional tanpa perlu pendataan ulang di tahapan Pemilu 2019.

"Integrasi pendataan pemilih bisa menghemat anggaran Rp 600-900 miliar. Metode ini berpotensi memberikan efisiensi 90 persen anggaran," tutur Bamsoet.

Cara kedua, lanjut mantan Ketua Komisi III DPR RI ini, dengan penerapan sistem elektronik untuk rekapitulasi (e-rekapitulasi) pemungutan dan penghitungan suara. Selama ini, rekapitulasi dilakukan secara manual dan berjenjang dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga provinsi. Hal itu memakan waktu lama dan biaya besar.

"Jika dilakukan dengan cara e-rekapitulasi, dapat diperkirakan akan ada penghematan waktu hingga 30 hari. Hasil Pemilu pun dapat diketahui lebih cepat oleh masyarakat. DPR RI menyambut baik kabar bahwa sistem tersebut akan diterapkan KPU secara menyeluruh pasca-Pemilu 2019,"  imbuh Bamsoet.

Lebih jauh legislator Dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menerangkan, proses digitalisasi telah membawa keberhasilan di beberapa tempat. Seperti halnya yang ditunjukan KPU Yogyakarta, yang mampu menghemat anggaran Pilkada sebesar 31 persen dengan menggunakan e-katalog untuk pembelian barang dan jasa.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI