Gus AMI : Butuh Sinergitas Membendung Gelombang PHK di Masa Pandemi
Respon masyarakat pun beragam menyikapi soal ini. Ada yang menolak, ada juga yang bisa memahami.
Suara.com - Pemberlakuan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayah DKI Jakarta hampir bisa dipastikan berdampak pada ketidakmampuan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap aspek sosial lainnya. Yang paling terdampak adalah kelompok ekonomi bawah yang membutuhkan mobilitas dan interaksi soial dengan tatap muka.
Dunia usaha yang mulai bergeliat pun kembali terhenti. Respon masyarakat pun beragam menyikapi soal ini. Ada yang menolak, ada juga yang bisa memahami. Tetapi satu hal, pemerintah dalam ini sungguh ingin mengedepankan keselamatan rakyatnya.
Pemerintah dan DPR pun berjibaku dalam melahirkan kebijakan-kebijakan yang dapat meminimalisir dampak pandemi, terutama terkait soal ekonomi. “Sungguh pilihan yang sulit, satu sisi pemerintah ingin menyelamatkan jiwa rakyatnya, tapi di sisi lain pemerintah juga harus memastikan bahwa ekonomi harus tetep bergerak agar kita terhindar masuk jurang resesi”, tegas Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR RI Bidang Kesra.
Menurut Muhaimin, pemerintah dan DPR juga paham betul bahwa akibat pandemi ini gelombang PHK tak bisa dihindari. Survei SMRC terbaru bahkan menyebut ada sekitar 29 juta warga masyarakat yang terkena PHK akibat Covid 19. Kadin juga mencatat bahwa di sektor formal ada sekitar 6,4 juta orang yang terkena PHK.
Baca Juga: DPR : Alsintan Jadi Terobosan Kementan Tingkatkan Nilai Tambah Petani
UMKM yang berjumlah 64 juta dan selama ini menjadi salah satu penyangga soal ketenagakerjaan juga terkena imbasnya. UMKM yang berhenti beroperasi karena covid sampai saaat ini mencapai 48,4 persen daritotal keseluruhan.
“Karena itu, tak ada jalan lain selain seluruh komponen bangsa harus bersinergi untuk membendung gelombang PHK ini agar dampak sosial lebih luas bisa dicegah. Pemerintah harus terus diingatkan bahwa berbagai stimulus harus segera dan cepat disalurkan. Berbagai hambatan birokrasi harus dipangkas. Permudah mekanisme pencairan”, imbuh Gus AMI yang juga Ketua Umum DPP PKB.
Lebih lanjut Gus AMI mengatakan bahwa berbagai skema-skema perlindungan sosial sesungguhnya telah diberikan negara. Hal ini telah menjadi komitmen bersama antara DPR dan pemerintah. Mulai soal stimulus untuk dunia usaha, stimulus untuk UMKM, pekerja bergaji rendah, bantuan untuk orang miskin, BLT Dana Desa, dll. Yang diperlukan sekarang adalah sinergitas semua komponen agar bergerak bersama menahan laju dan gelombang PHK agar tidak semakin membesar.
“Perlu sinergitas pemerintah pusat dan daerah agar data yang diberikan bisa akurat sehingga bantuan tepat sasaran”, tegas Gus AMI, panggilan akrab Muhaimin Iskandar, yang juga merupakan Ketua Pengawas Penanganan Covid 19.
Gus AMI menuturkan, selama ini masalah kita sebagai bangsa adalah soal kesemrawutan soal data yang menjadi soal klasik. “Ke depan saya kira perlu dirumuskan adanya satu data tunggal yang menjadi acuan pemerintah. Selama ini masing-masing lembaga/kementerian punya data sendiri-sendiri. Ini agak repot untuk menentukan sebuah kebijakan yang tepat dan cepat”, tutur Muhaimin.
Baca Juga: Manut Jokowi; DPR, Mendagri dan KPU Tetap Gelar Pilkada di Tengah Pandemi
Lebih jauh Muhaimin Iskandar mengatakan bahwa di masa depan pemerintah bersama DPR perlu merumuskan skema-skema perlindungan sosial secara cermat dan rinci tentang instrumen-instrumen apa saja yang harus tercakup. Pengarusutamaan perlindungan sosial ini penting dalam kebijakan negara karena ia akan menjadi salah satu parameter terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial warganya.
“Artinya skema perlindungan sosial ini tidak hanya ada ketika ada bencana saja. Perlindungan sosial ini akan menekan tingkat kemiskinan, memperbaiki standar kehidupan, serta mampu menjamin perlindungan terhadap resiko-resiko sosial yang muncul di masyarakat”, tandas Gus AMI.
Menurut Wakil Ketua DPR Kordinator Bidang Kesra ini, setidaknya ada tiga model perlindungan sosial yang layak menjadi perhatian. Pertama, skema perlindungan sosial yang berbasis asuransi privat maupun jaminan sosial publik bagi pekerja dan keluaganya.
Kedua, skema-skema bantuan sosial bagi kelompok-kelompok miskin dan rentan, baik yang bersifat tunai maupun nontunai. Dan ketiga, perlindungan sosial dalam bentuk tunjangan universal (universal benefit) yang diberikan kepada seluruh warga negara.
“Gagasan ini memang ideal, tapi saya kira mendesak dimatangkan bersama pemeritah agar kebijakan yang kita ambil dalam pengelolan negara tidak tambal sulam tapi lebih merupakan kebijakan yang berkelanjutan dan terpadu” tegas Muhaimin.
Di tengah ancaman gelombang PHK, menurut Muhaiamin, yang mendesak dilakukan adalah mengkordinasikan kebijakan ketengakerjaan dan perlindungan sosial secara lebih sistematis dan tersinergikan dengan tepat guna mempromosikan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.
Karena itu, menurut Gus AMI, Covid 19 ini harus dijadikan momentum membangun fundamen ekonomi yang kuat di masa depan dengan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah, meningkatkan integrasi dan interkonektivitas seluruh wilayah di Indonesia sehingga terjadi pemerataan pembangunan. Tetapi yang lebih penting dari semua itu adalah komitmen negara untuk memastikan seluruh program yang dicanangkan, apapun bentuknya, berjalan secara terpadu.
“Gelombang PHK akan mampu diminimalisir ketika pemerintah mampu memetakan betul berbagai persoalan baik di hilir maupun hulu. Segala insentif kebijakan yang dibuat pun harus disusun secara baik dan menyentuh semua kelompok kepentingan. Semua kelembagaan ekonomi yang sudah ada harus mempunyai peta jalan yang jelas, detail, terukur, serta ditegakkan secara penuh” pungkas Gus AMI.