Setya Novanto Mengenang Gurunya
"Saya menyadari sepenuhnya, peningkatan pendidikan tidak akan pernah melupakan keterlibatan dan peran penting para guru."
Suara.com - Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh mutu pendidikan. Pendidikanlah yang mengangkat harkat dan martabat, serta menyejajarkan Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Pendidikanlah yang membuka mata seseorang satu sama lain tentang dunia yang sedang dihadapi.
Melalui Hari Guru yang diperingati pada 25 November, Ketua DPR Setya Novanto hendak mengajak seluruh anak bangsa untuk merefleksikan peran Guru sebagai salah satu Agen Perubahan (Agent of Change). Mengingat, tidak ada kemajuan tanpa diawali gerakan perubahan. Dan gerakan perubahan tidak lepas dari keterlibatan guru dalam segala aspek.
“Karena itu, saya menyadari sepenuhnya, peningkatan pendidikan tidak akan pernah melupakan keterlibatan dan peran penting para guru. Merekalah ujung tombak mutu dan kualitas kehidupan bangsa. Turut menentukan wajah Indonesia di hadapan negara-negara lain,” kata Setya Novanto, Rabu (25/11/2015).
Tidak kalah penting, tambah Setya Novanto, guru juga mewariskan teladan tentang bagaimana menjalani kehidupan yang baik. Teladan tentang kehidupan yang berkhidmat pada warisan leluhur. Dan teladan yang tidak sekedar diperoleh dari bangku sekolah, pendidikan formal, namun dari setiap interaksi kehidupan keseharian.
“Teladan itulah yang pernah saya peroleh saat mengenyam pendidikan Sekolah Dasar 73 Tebet, Jakarta Selatan dan Sekolah Menengah Atas 9 Jakarta pada dua orang sosok guru dan pendidik, yakni Bapak Ruhiyat dan Bu Sukati,” kata Setya Novanto.
Politisi Fraksi PG itu mengenang seorang Ruhiyat yang tidak sekedar menempatkan dirinya sebagai sosok pengajar Bahasa Indonesia yang terkenal kalem dan penyabar. Selama dididik Ruhiyat, Setya Novanto melihat hampir tak pernah ada amarah dari raut wajahnya, meski dikelilingi puluhan siswa dengan tabiat dan perilaku yang cenderung menyebalkan dan menjengkelkan.
Namun, lanjut Setya Novanto, lain halnya dengan Sukati. Meski ia adalah seorang wanita, luapan amarah dan emosinya senantiasa menghiasi keseharian siswa SMA 9 Jakarta kala itu. Boleh jadi sosok sebagai pengampu mata pelajaran Matematika Al-Jabar, juga turut mencirikan lazimnya guru Matematika yang terkenal galak.
“Namun, saya mengenang kedua sosok yang cenderung berlainan karakter tersebut memiliki ciri guru dan pendidik yang sesungguhnya. Mereka tidak sekedar mengajarkan apa yang tertera di atas kertas dan tercoret di papan tulis. Mereka mewariskan keteladan, bahwa kesabaran dan amarah yang ditujukkan pada saya mengandung nilai universal tentang bagaimana menghadapi hidup dengan sabar dan mendisiplinkan diri dengan baik,” kata Novanto.
Politisi asal dapil NTT itu mengatakan dari sosok seorang Ruhiyat, ia meneladani kesabaran dalam menghadapi segala ujian kehidupan. Apalagi sebagai publik figur yang senantiasa tidak pernah sepi dari fitnah, isu maupun gosip.
Sementara dari Ibu Sukati, ia memperoleh teladan tentang bagaimana mendisiplinkan diri dalam meraih impian dan tujuan hidup. Ibu Sukati berpesan, hidup yang cenderung keras membutuhkan ketegasan dan kedisiplinan, agar mampu ditaklukkan.