Banyak Masalah, Komisi VIII Ingin Perubahan UU Penyelenggara Haji
RUU yang diajukan DPR ke pemerintah tentang pelaksana haji akan ada pemisahan.
Suara.com - Komisi VIII DPR RI menilai masih banyak masalah yang terjadi dalam pelaksanaan haji. Itu sebabnya, Komisi VIII ingin adanya perubahan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji.
"Masih banyak hal-hal yang tidak dilaksanakan seperti apa yang ditetapkan oleh kita, jadi kita ingin ada suatu perubahan di dalam suatu penyelenggaraan haji, yang mengarah pada profesional," kata anggota Komisi VIII DPR Anda dalam diskusi Forum Legislasi bertema RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh di ruang media center gedung Nusantara III, DPR, Jakarta, Selasa (10/5/2016).
Menurut Anda dalam RUU yang diajukan DPR ke pemerintah tentang pelaksana haji akan ada pemisahan antara regulator dan operator.
"Yang pertama kita ingin memisahkan di dalam RUU ini, antara regulator dan operator. Regulatornya siapa, operatornya siapa, dan juga ada badan keuangan haji indonesia," kata Anda.
Menurut Anda RUU tersebut sudah dibentuk dan sudah diajukan kepada pemerintah, namun sampai hari ini belum juga terealisasi.
"Itu undang-undangnya sudah dibentuk, tapi belum direalisasikan oleh pemerintah, itu harusnya sudah jatuh tempo pada bulan oktober 2015," kata Anda.
Dengan adanya pemisahan antara operator dan regulator, menurut Anda, akan lebih melindungi jamaah haji.
"Badan pengelola keuangan haji, untuk pelaksanaannya, kita ingin memisahkan di RUU ini, jadi ada pemisahan antara operator, regulator dan MAH, atau dikenal dengan mahkamah haji. Nanti badan penyelenggara haji ini, sudah terpisah, lebih kompleks, lebih melindungi," Anda menambahkan.