Harga BBM Lebih Mahal, Pertamina Harus Bertanggungjawab

Siswanto | Dian Rosmala
Harga BBM Lebih Mahal, Pertamina Harus Bertanggungjawab
Petugas menyiapkan pengisian BBM ke truk tanki di Terminal BBM Pertamina Plumpang, Jakarta, Rabu (27/8). [suara.com/Oke Atmaja]

Pertamina tidak hanya menjual BBM nonsubsidi lebih mahal dari harga seharusnya.

Suara.com - PT. Pertamina (Persero) diminta mempertangungjawabkan kebijakan menjual bahan bakar minyak bersubsidi dan nonsubsidi lebih mahal dari harga normal.

“Pertamina harus menjelaskan kepada publik ke mana hasil penjualan BBM yang mahal itu. Jika tidak bisa mempertanggungjawabkannya, berarti Pertamina merampok hak rakyat." kata anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo Soekartono, Rabu (8/6/2016).

Pertamina tidak hanya menjual BBM nonsubsidi lebih mahal dari harga seharusnya, kata dia, tetapi juga menjual BBM subsidi lebih mahal dari BBM nonsubsidi. Ini menjadi temuan yang sangat ironis, katanya.

Bambang mengungkapkan Pertamina telah membanderol solar subsidi Rp5.150 per liter, sementara solar nonsubsidi (industri) hanya dijual Rp4.500 per liter oleh PT. Patra Niaga, anak perusahaan Pertamina.

Politisi Partai Gerindra membandingkan BUMN itu menjual bensin lebih mahal daripada negara lain.

Bambang mengatakan harga RON 90 (setara pertalite), misalnya, di Malaysia hanya 1,2 ringgit atau Rp 3.892 per liter, sementara harga pertalite di Indonesia Rp7.100 per liter. Demikian juga dengan Pertamax Plus (RON 95), Pertamina menjual seharga Rp8.450 per liter, sedangkan Petronas Malaysia menjualnya 1,7 ringgit atau Rp5.514 per liter.

Menurut Bambang Pertamina mengambil keuntungan terlalu besar dari selisih harga jual tersebut, apalagi dari selisih harga BBM subsidi dan nonsubsidi. Dengan asumsi subsidi solar Rp1.000 per liter dan harga solar industri Rp4.500 per liter, maka terdapat selisih Rp1.650 per liter yang masuk kantong Pertamina. Apabila konsumsi normal solar sekitar 30 ribu kiloliter per hari, berarti uang subsidi solar yang disedot Pertamina mencapai Rp49,5 miliar per hari atau Rp17,8 triliun per tahun.

Politisi dari dapil Jatim I prihatin karena dalam kondisi seperti ini, pemerintah justru berencana memangkas bahkan menghapus subsidi solar. Dalam rancangan Perubahan APBN 2016 kepada DPR RI, pemerintah memangkas subsidi BBM dan LPG sebesar Rp23,1 triliun menjadi Rp40,6 triliun.

Rencana ini disebut sejalan dengan upaya penghematan melalui kebijakan subsidi tetap solar Rp350 per liter mulai 1 Juli 2016. Bambang menilai pemerintah tidak berempati kepada rakyat yang sudah berkorban menggunakan kendaraan pribadi dan membayar BBM dengan harga mahal akibat transportasi publik dan insfrastruktur yang masih buruk.

“BBM untuk kendaraan pribadi saja masih perlu disubsidi, apalagi untuk transportasi publik dan logistik. Kalau BBM murah, tarif logistik pasti murah, biaya produksi industri berkurang, dan harga barang turun, sehingga daya beli rakyat meningkat. Dampaknya, ekonomi akan tumbuh lebih tinggi,” katanya.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI