Al Muzzammil Yusuf dan Penataan Partai Politik
Di matanya, isu deparpolisasi harus menjadi koreksi atas berjalannya fungsi parpol.
Suara.com - Bagi Al Muzzammil Yusuf yang sudah jadi anggota DPR/MPR RI sejak periode 2004-2009 sampai sekarang, riuh-rendah berbagai isu maupun permasalahan di dunia politik Tanah Air tentu sudah menjadi "makanan" sehari-hari. Menjalani aktivitas sebagai wakil rakyat dari partai politik (parpol), apalagi dengan berada di Komisi II DPR, membuatnya paham berbagai persoalan politik, sekaligus mampu untuk setidaknya urun pendapat mengenainya.
Salah satu yang belum lama ini mengemuka misalnya, terkait perbincangan mengenai deparpolisasi, pun tidak terkecuali menjadi sorotan yang membuatnya angkat bicara. Dalam hal ini, Ketua Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tersebut menilai bahwa beredarnya isu atau wacana itu harus dihadapi dengan pelayanan dan pengelolaan parpol yang baik dan berpihak kepada kepentingan rakyat.
"Tidak perlu dikhawatirkan. Isu deparpolisasi harus dihadapi dengan good party governance. (Termasuk) Kemampuan partai politik memberikan pelayanan dan pengelolaan partai yang baik untuk kepentingan rakyat, terutama dalam melahirkan pejabat publik yang berkualitas, amanah, dan bersungguh-sungguh melayani rakyat," ungkapnya melalui keterangan pers, beberapa waktu lalu.
Menjelaskan lebih jauh, Muzzammil menyebutkan bahwa UUD 1945 sendiri telah menempatkan partai politik pada posisi yang penting, khususnya dalam pengisian pejabat negara. Hal tersebut antara lain dapat dilihat dalam Pasal 6A Ayat (2) yang menegaskan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Selain itu, ada Pasal 22E Ayat (3) yang menyatakan bahwa peserta pemilihan umum untuk anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.
"Dengan demikian, pengisian pejabat negara untuk eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) serta anggota legislatif (DPR dan DPRD) adalah menjadi tanggung jawab partai politik. Inilah yang harus dijaga oleh kita semua," paparnya.
Memperkuat Eksistensi Parpol
Terlahir di Tanjung Karang pada 6 Juni 1965 lalu, Muzzammil memang bisa dikatakan bukan orang baru di kancah perpolitikan. Alumnus FISIP Universitas Indonesia (UI) tahun 1992 yang kemudian menamatkan Magister Ilmu Komunikasi Politik di Universitas Sahid pada 2012, ini adalah juga salah satu sosok lama di partainya, bahkan tercatat pernah menjabat Wakil Ketua Umum (Waketum) DPP PKS pada periode 2003-2005 lalu.
Apalagi kini, dengan menjabat Wakil Ketua di Komisi II yang mencakup ruang lingkup (bidang) dalam negeri, Sekretariat Negara dan Pemilu, Muzzammil senantiasa berurusan dengan lembaga-lembaga negara yang "akrab" dengan masalah politik dan pemerintahan. Komisi II memang diketahui bermitra antara lain dengan beberapa kementerian termasuk Kemendagri dan Kemenpan-RB, juga Ombudsman, KPU dan Bawaslu, hingga Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan lainnya.
Kembali ke isu deparpolisasi, Muzzammil yang berasal dari Daerah Pemilihan (Dapil) Lampung I sendiri tampaknya memang tak menganggap hal itu sebagai sesuatu yang buruk. Meski demikian, dia menegaskan bahwa menghilangkan eksistensi dan peran partai politik tidak hanya mengancam demokrasi, namun juga bertentangan dengan konstitusi Indonesia.
"(Namun) Selama itu tidak terjadi, maka isu deparpolisasi harus menjadi koreksi atas berjalannya fungsi partai politik, khususnya dalam regenerasi kepemimpinan," ujar alumnus SMAN 4 Jakarta tahun 1984 tersebut.
Pada akhirnya, sebagai sebuah solusi, Muzzammil pun mengajak semua pihak terutama partai politik, untuk bersama-sama melakukan penataan kaderisasi dan pelembagaan partai politik (institusionalisasi). Dia merasa yakin bahwa hal itulah yang sebenarnya saat ini lebih dibutuhkan.
"Sehingga mampu menjadi role model demokrasi yang dirasakan keberadaannya langsung oleh rakyat Indonesia," tuturnya.
Sementara khusus kepada pihak pemerintah (eksekutif), Muzzammil pun menyerukan agar menghentikan "memecah-belah" partai politik melalui keputusan yang sewenang-wenang dan melawan putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap. Tanpa perlu menyebutkan contoh, seruan Muzzammil ini agaknya merujuk pada beberapa kasus dualisme kepengurusan parpol yang sempat muncul belakangan.
"Pemerintah harus lebih bertanggung jawab membangun iklim demokrasi yang sehat dengan menguatkan pelaksanaan peran-peran parpol sesuai dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan," tandasnya.