Eks Karyawan NNGPM Adukan Pertamina ke Anggota DPR
Surat tersebut ditujukan kepada Direktur Utama Pertamina. Apa itu isinya?
Suara.com - Anggota Komisi VI DPR Bambang Haryo menerima perwakilan masyarakat Papua ahli waris eks karyawan Netherland New Guinea Petroleum Maskapai. Perusahaan minyak milik eks pemerintah kolonial Belanda tersebut, sudah dinasionalisasikan menjadi milik Pertamina sejak 40 tahun lalu. Kini, semua tanggung jawab perusahaan tentu dilimpahkan kepada Pertamina.
Kedatangan mereka ke ruang kerja Bambang, sangat tepat, karena Komisi VI bermitra dengan BUMN. Menurut delegasi NNGPM, Pertamina tak kunjung membayar hak-hak pekerja. Atas keluhan tersebut, Bambang akan berkoordinasi dengan para anggota Komisi VI yang lain dan mengundang Pertamina untuk memberikan jawaban atas keluhan tersebut.
Anggota Fraksi Partai Gerindra akan mendesak Pertamina melunasi kewajiban-kewajiban kepada ahli waris eks karyawan NNGPM. Namun, Bambang juga mengungkapkan pelunasan tersebut harus memperhitungkan kondisi internal perusahaan.
“Sebagai anggota Komisi VI tentu berwenang untuk memfasilitasi ini,” ujar Bambang.
Dua perwakilan dari ahli waris eks karyawan NNGPM Agus Pumbekwai dan Albert didampingi oleh kuasa hukumnya Martin Kafiara. Kedatangan mereka dengan membawa sejumlah berkas sebagai bahan untuk menguatkan permintaan hak-hak yang belum dipenuhi oleh Pertamina. Salah satu surat yang dijadikan rujukan adalah surat dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dikeluarkan pada 18 November 2002.
Surat tersebut ditujukan kepada Direktur Utama Pertamina. Meskipun surat tersebut sudah diterbitkan sejak 2002, namun sampai saat ini belum juga diindahkan oleh Pertamina. Dengan begitu DPR yang memiliki ruang lingkup pengawasan kepada BUMN ini memiliki dasar untuk meminta penjelasan Pertamina.
Dalam surat tersebut termaktub, Pertamina diminta agar segera memberi perhatian khusus dalam penyelesaian pembayaran hak-hak eks karyawan atau ahli waris NNGPM dengan pembuktian berkas yang dimiliki sebagai karyawan perusahaan.
Pihak Shell Companies di Indonesia dalam surat keterangan tanggal 14 Desember 2001 yang ditandatangani Wally Soleh sebagai VP External Acid Business Affairsmenyatakan bahwa dokumen yang diajukan oleh Yayasan Pembangunan dan Kesejahteraan Eks Karyawan NNGPM, mengindikasikan bahwa nama tersebut adalah minta karyawan NNGPM Sorong dan nama tersebut telah dilegalisasi oleh kantor Notaris Sucipto yang ditunjuk pihak Shell Companies.
Dari 4.058 orang yang mengajukan permohonan kepada Yayasan Pembangunan dan Kesejahteraan, kurang lebih 2.035 orang telah melengkapi berkasnya dan telah dikirim kepada Pertamina. Namun, dalam surat tersebut dijelaskan, setelah tercapainya kesepakatan pada 5 April 2002 hingga saat ini baru 45 orang yang telah dibayarkan hak-haknya.
Menanggapi hal tersebut Bambang mengharapkan, Pertamina bisa memberikan hak yang semestinya kepada mantan karyawan NNGPM. Dia menekankan agar Pertamina bisa memberikan perhatian secara serius terhadap masalah tersebut. Sedangkan tugas negara harus membela rakyatnya yang terzolimi.