Ekonomi Nasional Mengarah Pada Ketimpangan Sosial
Ekonomi Nasional Mengarah Pada Ketimpangan Sosial
Perkembangan ekonomi nasional yang ada sekarang ternyata mengarah pada terciptanya ketimpangan sosial yang semakin lebar. Pujian Bank Dunia terhadap pemerintah Indonesia yang berhasil mengentaskan kemiskinan, perlu dicermati lebih dalam.
Heri Gunawan Anggota Komisi XI DPR RI mengkritik tajam fakta yang ada. Turunnya angka kemiskinan karena naiknya pendapatan warga di Indonesia seperti dirilis Bank Dunia, justru menyiratkan proyeksi ketimpangan ekonomi yang akan terjadi hingga 2030. Sebelumnya, di penghujung 2015, Bank Dunia juga telah melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak berbanding lurus dengan pencapaian kesejahteraan.
“Pertumbuhan yang ada lebih dinikmati oleh 20 persen masyarakat terkaya. Sedangkan, 80 persen penduduk atau lebih dari 205 juta orang, rawan tertinggal. Ekonomi yang ada sekarang juga menghasilkan ketimpangan yang makin lebar. Sebab-sebabnya adalah adanya ketimpangan peluang, ketimpangan pasar kerja, dan adanya konsentrasi kekayaan pada satu kelompok paten,” ungkap Heri dalam rilisnya, Rabu (26/10/2016).
Kalau pun ada pertumbuhan yang terjadi, lanjut politisi muda Partai Gerindra ini, lebih disebabkan oleh tumbuhnya ekonomi global. Itu pun hanya tumbuh sebesar 2-3 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan antara 5 persen-5.1 persen. Itu sangat wajar jika kelak bisa tumbuh di atas rata-rata global, lantaran ditopang oleh sektor riil yang sejak dahulu sudah bergulir.
Masyarakat sendiri tak peduli dengan pertumbuhan ekonomi itu. Sektor rill tetap berjalan, tapi daya beli semakin menurun. Pemerintah tak bisa mengklaim keberhasilan ekonomi, karena itu murni faktor eksternal. “Yang mesti mendapat perhatian serius adalah struktur perekonomian Indonesia secara fundamental yang masih menunjukkan ketimpangan pembangunan, secara spasial. Perekonomian nasional masih didominasi Jawa dan Sumatera yang memberi kontribusi masing-masing 58,52 persen dan 23,88 persen terhadap PDB,” papar Heri lebih lanjut.
Sebaliknya, di luar Jawa masih minim. Penyebabnya, ketimpangan infrastruktur dan energi. Sementara itu, sektor-sektor strategis seperti pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan hanya menyumbang 15,4 persen atas PDB. Padahal, jumlah tenaga kerja di sektor-sektor itu masih dominan, di atas 50 persen. Dikatakan Heri, penyebabnya antara lain minimnya penguatan SDM, investasi, teknologi, dan modal.
“Berdasarkan kecenderungan-kecenderungan tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa ada yang salah dalam proses pembangunan struktur ekonomi nasional selama ini. Faktanya, ekonomi sekarang masih sangat sentralistik, timpang, dan tidak bersumber dari aktivitas riil yang menjadi jati diri Bangsa Indonesia bertahun-tahun. Model ekonomi yang ada hanya menghasilkan 1% orang yang berkuasa atas hampir 50 persen kekayaan nasional,” tutup Heri.