DPR Ingatkan Lagi Agar Perempuan Terlibat di Politik
Parpol bertugas memenuhi hal itu.
Suara.com - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menegaskan, semangat sistem yang mewajibkan partai politik untuk memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota legislatif adalah upaya untuk meningkatkan peran perempuan.
"Semangat seluruh partai sama, yaitu affirmative action. Pemenuhan 30 persen keterlibatan perempuan adalah tugas partai, untuk mencari perempuan agar terlibat di kancah politik," ujarnya, saat memimpin RDP dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dirjen Otda membahas Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota legislatif dan pencalonan presiden, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Menurut Nini, sapaan akrabnya, Peratuan KPU Pasal 245 dan 246 yang mengatur keterwakilan perempuan sudah sesuai dengan Undang-Undang tentang Pemilu.
"KPU mencontohkan, misalnya satu dapil ada 7 calon. Itu harus ada perempuannya 3 dengan sistem zipper (berurutan)," jelasnya,
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi II, Komarudin Watubu, yang mengatakan Peraturan KPU mengenai 30 persen keterwakilan perempuan adalah turunan dari UU Pemilu.
"Dasarnya, perempuan dan laki-laki itu sama, tapi karena perempuan tidak diberdayakan dalam perpolitikan Indonesia, maka lahirlah pemikiran harus diberi 30 persen minimal. Sekarang tugas parpol, mencari perempuan untuk dipasang di situ, bagaimanapun caranya," tegasnya.
Dalam rapat itu, Ditjen Otda mengatakan, Pasal 245 yang mensyaratkan keterwakilan perempuan minimal 30 persen adalah bentuk proteksi politik antara DPR dan pemerintah, agar perempuan ada dalam setiap 3 pencalonan.
“Aturan ini untuk memproteksi perempuan, jangan sampai dikasih nomor belakang semua. Sebanyak 30 persen sudah kesepakatan bersama, yang mengarah pada UU Pemilu. Ini mendorong parpol melakukan kaderisasi bagi lahirnya politikus perempuan,” jelasnya.