DPR Desak Negara-negara Tuntaskan Persoalan Pengungsi Rohingya

Fabiola Febrinastri
DPR Desak Negara-negara Tuntaskan Persoalan Pengungsi Rohingya
Delegasi DPR RI, Rofi' Munawar. (Dok: DPR)

Indonesia melaksanakan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Konvensi 1951.

Suara.com - Isu pengungsi masih menjadi salah satu bahasan utama yang dibicarakan dalam Sidang Parlemen Sedunia (Inter-Parliamentary Union/IPU) ke-139, yang tengah berlangsung di Jenewa. Anggota delegasi DPR RI, Rofi' Munawar, secara tegas mendesak negara-negara yang menjadi pihak dalam Konvensi Pengungsi 1951 untuk segera menuntaskan persoalan pengungsi, terutama terkait isu Rohingya.

"Indonesia bukan merupakan negara pihak dalam Konvensi 1951, namun kita telah melaksanakan prinsip-prinsip yang terdapat dalam konvensi tersebut. Indonesia, atas dasar kemanusiaan membuka akses bagi para pengungsi Rohingya, sementara Australia yang jelas-jelas merupakan negara pihak, malah mengesampingkan tanggung jawabnya dan menolak kedatangan pengungsi. Hal ini sangat mengkhawatirkan, karena Indonesia mulai kewalahan dan terkena dampak dari arus pengungsi Rohingya," jelas Rofi.

Wakil Ketua Badan Kerjasama antar parlemen (BKSP) ini menambahkan, sebagai negara penampung, Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan pengungsi Rohingya, termasuk dalam hal kesehatan, pendidikan, dan aspek-aspek sosial-ekonomi lainnya.

"Penanganan pungungsi memerlukan biaya yang tidak sedikit, dan terus terang, Indonesia mulai kewalahan karena kita juga memiliki prioritas dalam penggunaan anggaran negara. Krisis pengungsi ini merupakan hal yang tidak terduga sebelumnya," kata Rofi'.

Dalam pertemuan Komisi Demokrasi dan HAM yang berlangsung pada 15 Oktober, Rofi menyerukan agar pemerintah Myanmar memberikan status kewarganegaraan bagi etnis Rohingya.

"Satus kewarganegaraan ini merupakan hak mendasar bagi setiap individu. Tanpa status kewarganegaran yang jelas, etnis Rohingya akan terus menghadapi kekerasan, tekanan dan diskriminasi sistemik dari pemerintah Myanmar," ujarnya.

Lebih lanjut, Rofi mengkritisi ASEAN, yang dinilai tidak mampu mendesak Myanmar untuk menuntaskan persoalan Rohingya.

"Sangat disayangkan, ketika ASEAN, atas dasar prinsip non-intervensi, seolah-olah menutup mata terhadap kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi di wilayahnya," kritik Rofi.

"Melalui forum multilateral seperti IPU, DPR berupaya untuk menyuarakan hal tersebut. Apa yang kita sampaikan di IPU dapat mendorong negara-negara lain untuk menekan pemerintah Myanmar agar menataati hukum humaniter internasional," tutupnya.

Sebagai informasi, Konvensi Terkait Status Pengungsi, yang juga dikenal sebagai Konvensi Pengungsi 1951, merupakan traktat multilateral PBB yang mendefinisikan status pengungsi, dan menetapkan hak-hak individual untuk memperoleh suaka dan tanggung jawab negara yang memberikan suaka.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI