BK DPR : Daerah Perlu Sistem Asuransi Kesehatan
Sistem asuransi kesehatan daerah perlu komitmen tinggi dari pemda dan DPRD terkait
Suara.com - Kepala Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI, Asep Ahmad Saefulloh menyarankan DPRD Kabupaten Nganjuk untuk membuat sistem asuransi kesehatan daerah. Ini dilakukan untuk mengatasi persoalan defisit biaya dua rumah sakit di Kabupaten Nganjuk akibat macetnya pembayaran BPJS Kesehatan.
Asep sendiri mengungkapkan tersebut usai menerima kunjungan konsultasi DPRD Kabupaten Nganjuk. Pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat BK DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/11/2018) ini membahas mengenai kebijakan distribusi pupuk subsidi, program kartu tani Indonesia, dan konsultasi permasalahan pelaksanaan BPJS Kesehatan di Kabupaten Nganjuk.
“Terkait dengan masalah BPJS Kesehatan, pemerintah daerah bisa menempuh solusi kreatif. Artinya, di samping mengandalkan BPJS Kesehatan, pemda Kabupaten Nganjuk bisa membuat sistem asuransi kesehatan di daerahnya sendiri. Contohnya seperti di Kota Bekasi,” kata Asep.
Namun ia juga menilai, solusi kreatif soal pembentukan sistem asuransi kesehatan daerah perlu komitmen tinggi dari pemda dan DPRD terkait. Sebab melihat persoalan yang ada, kedua RS di Nganjuk menanggung beban biaya akibat BPJS Kesehatan yang belum membayar.
Baca Juga: Usut Kasus Perkebunan, KPK Panggil Ketua DPRD Kalteng
“Sehingga ketika beban itu diatur dalam sebuah sistem asuransi kesehatan daerah, dampaknya akan jauh lebih bermanfaat. Biaya APBD yang semula digunakan untuk menutup biaya RS dapat disalurkan sendiri ke sistem tersebut,” tandasnya.
Sementara soal distribusi pupuk subsidi, Asep melihat hal tersebut memiliki polemik yang sangat besar karena ada faktor bisnis. Ia menilai pemda harus memiliki data yang jelas mengenai kategori petani yang bisa mendapatkan distribusi pupuk karena persoalan tiap petani bermacam-macam.
“Pemda harus punya data jelas, petani mana yang masuk kategori penerima bantuan pupuk itu. Petani itukan ada petani yang pemilik lahan, ada juga yang pemilik lahan dan penggarap, dan ada yang petani hanya penggarap. Data ini harus jelas dulu di Pemkab Nganjuk,” ungkapnya.
Sedangkan pembahasan mengenai program kartu tani, Asep beranggapan pemerintah pusat seharusnya memikirkan lebih dahulu soal literasi keuangan yang ada. Selanjutnya baru beranjak pada pemahaman petani mengenai teknologi kartu tani. Jangan sampai program tak tepat sasaran lantaran kondisi masyarakat yang belum mendukung.
“Pertama, ada literasi keuangan dulu. Jadi ketika masyarakat sudah akrab dengan dunia perbankan, baru bisa bicara sistem teknologi berbasis IT, dalam hal ini kartu tani untuk transaksi keuangan. Tahapan itu perlu dilalui terlebih dahulu,” tandasnya.
Baca Juga: Pimpinan DPR: Wajar Tes CPNS Sulit, Negara Butuh Pegawai Terbaik
Sementara Wakil Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk, Ulum Bastomi berharap DPR dengan komisi terkait dapat mengkomunikasikan kedua hal tersebut bersama pemerintah pusat, terkait kebijakan yang ada agar benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan tidak menimbulkan masalah yang baru.