Kunjungi Suku Baduy, Komisi II Serap Masukan RUU Hukum Adat

Fabiola Febrinastri
Kunjungi Suku Baduy, Komisi II Serap Masukan RUU Hukum Adat
Tim Kunspek Komisi II DPR RI mengunjungi Desa Baduy, Lebak, Banten, Kamis (22/11/2018). (Dok: DPR)

Mereka tetap memegang teguh hukum adat.

Suara.com - Anggota Komisi II DPR RI, M. Hasbi Assyidiki Jayabaya, mengatakan, Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR ke Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, sekaligus mengunjungi kampung Kanekes, pemukiman masyarakat Baduy Luar, adalah dalam rangka menghimpun masukan bagi pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Hukum Adat.

“Kami ingin menyerap referensi dari Kepala Desa yang mewakili Pemerintah Desa adat Baduy, yang nantinya bisa diaplikasikan dalam UU,” ujarnya, di sela-sela mengikuti kunjungan Komisi II DPR RI di Kanekes, Lebak, Banten, Kamis (22/11/2018) sore.

Dalam kunspek yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR, Herman Khaeron, ada beberapa anggota Komisi II yang menjadi Anggota Panitia Kerja (Panja) Komunitas dan Kehutanan Adat, memanfaatkan momen ini untuk mencari masukan, bagaimana nantinya RUU yang disusun bisa menguntungkan semua pihak.

Khusus yang diperjuangkan soal eksistensi hutan adat, sebab suku Baduy mempercayai kita harus menjaga lingkungan hidup sebaik mungkin. Sesuai moto hidup mereka, dalam Bahasa Sunda disebut “Gunung Ulah Dilebur, Lebak Ulah Dirusak”, artinya gunung jangan dihancurkan dan lembah sebagai penampung air itu jangan dirusak.

Baca Juga: Komisi II Apresiasi Lebak Tingkatkan Kehidupan Masyarakat Baduy

Selain itu, lanjut legislator PDI Perjuangan ini, dalam kunspek ini juga menyoroti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), dimana di daerah ini masih banyak kebutuhan tanah terkait sertifikasi. Masalah ini akan menjadi bahan masukan bagi Panja dan diharapkan akan mendapatkan referensi yang maksimal terkait dengan reforma agraria dan program PTSL.

Dengan adanya masukan-masukan itu, sekaligus sebagai masukan RUU Pertanahan yang masuk program legislasi nasional (prolegnas), akan menjadi substansi yang diperhitungkan. Masukan dari tokoh adat juga menekankan agar wilayah adat mereka dilingkari beberapa gunung jangan dijadikan daerah wisata tanpa memperhitungkan kalkulasi yang sempurna.

“Kepercayaan itu diyakini telah menjauhkan suku Baduy dari bencana alam,” ujar Hasbi mengingatkan.

Ia mengakui, ada sisi dilematis mengangkat kehidupan suku Baduy, sementara mereka tetap memegang teguh hukum adat.

"Tetapi kita harus menghormati kepercayaan saudara kita suku Baduy, saudara kita sebangsa se tanah air. Di sisi lain, kita tak boleh menutup diri dari kemajuan, karena itu lebih dulu harus dijalin komunikasi dengan suku Baduy," katanya.

“Melalui silaturrahim dengan Kepala Desa terhadap rencana pemerintah akan diperoleh pandangan dan masukan, makanya perlu rembukan dengan Jaro 7. Mereka ini dipercayai oleh Suku Baduy sudah ada sebelum jaman para Nabi. Ini harus dikomunikasikan, dan dialog dengan mereka cukup informatif,” pungkas legislator dapil Banten ini.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI