10 Fraksi di DPR Setujui Amnesti Baiq Nuril secara Aklamasi

Fabiola Febrinastri
10 Fraksi di DPR Setujui Amnesti Baiq Nuril secara Aklamasi
Ketua Komisi III DPR, Erma Suryani Ranik, menyampaikan laporan Komisi IIIdalam rapat paripurna. (Dok : DPR)

Komisi III mempertimbangakan unsur kemanfaatan dan keadilan yang belum terlihat.

Suara.com - DPR akhirnya menyetujui permintaan pertimbangan permohonan amnesti atas nama Baiq Nuril Makmun lewat Rapat Paripurna DPR. Surat Presiden bernomor R28/Pres/7/2019 tentang permintaan pertimbangan amnesti disetujui Komisi III secara aklamasi oleh sepuluh fraksi yang ada.

“Baiq Nuril adalah korban kekerasan verbal, dan apa yang dilakukan Baiq Nuril, dalam pandangan Komisi III adalah upaya melindungi diri dari kekerasan psikologis dan kekerasan seksual, sebagaimana diatur dalam Pasal 28B ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” kata Wakil Ketua Komisi III, Erma Suryani Ranik, menyampaikan laporan dalam rapat paripurna, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (25/7/2019).

Komisi III DPR, lanjut Erma, mempertimbangkan tiga unsur penting dalam pemberian amnesti ini, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan, dan keadilan. Ketiga unsur itu harus hadir secara proporsional, agar hukum dapat menjadi panglima di Indonesia.

Khusus amnesti untuk Baiq Nuril, Komisi III mempertimbangakan unsur kemanfaatan dan keadilan yang belum terlihat.

Baca Juga: Damayanti : Tugas dan Fungsi Bamus DPR Dapat Diadopsi DPRD

Menurut politisi Partai Demokrat ini, dalam kasus tersebut, yang sesungguhnya menjadi korban adalah Baiq Nuril, bukan kepala sekolah yang melaporkan dirinya ke penegak hukum, karena alasan menyebarkan informasi yang melanggar kesusilaan di media sosial. Putusan PK MA mempersalahkan Baiq Nuril dengan pidana enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider tiga bulan kurungan.

“Komisi III DPR RI mengapresiasi dan menghormati keputusan PK MA yang diajukan Baiq Nuril dan menolak PK Baiq Nuril itu. Namun Komisi III juga mempertimbangkan keadilan masyarakat luas bahwa Baiq Nuril adalah korban yang sebenarnya, bukan pelaku sebagaimana didakwakan Pasal 27 ayat (1) Jo. Pasal 45 UU ITE,” papar Erma.

Menurut Erma, amnesti tidak melulu diberikan kepada seseorang yang tersangkut persoalan politik. UUD NRI tahun 1945 juga tak menyebut amnesti hanya untuk kasus politik. Amnesti sendiri berasal dari kata "amnestia", yang berarti lupa atau amnestos yang berarti melupakan.

Dengan amnesti tersebut dimaksudkan kasus hukum yang menimpa seseorang bisa dilupakan.

“Dalam terminologi hukum pidana, amnesti mengandung makna suatu kekuasaan untuk melepaskan sesorang atau kelompok orang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan dari pengenaan sanksi hukum, akibat tindak pidana tertentu atau penghapusan akibat tindak pidana. Namun dalam perkembangannya, masih banyak pandangan klasik bahwa amnesti seolah hanya diberikan kepada mereka yang melakukan perbuatan melawan hukum terkait persoalan politik,” urai Erma.

Baca Juga: Ketua DPR : Peran Aktif Swasta Tentukan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Dalam laporannya, Erma juga menyampaikan proses pemberian pertimbangan amnesti di Komisi III DPR. Pada 23 Juli, Komisi III menggelar rapat internal hingga menghadirkan Baiq Nuril sendiri untuk didengar keterangannya.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI