RUU Perkoperasian Sepakat Dibahas di Paripurna

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
RUU Perkoperasian Sepakat Dibahas di Paripurna
Pimpinan Komisi VI DPR RI. (Dok : DPR).

Setidaknya ada 6 fraksi yang sepakat RUU Perkoperasian untuk dibahas di rapat paripurna.

Suara.com - Komisi VI DPR dan pemerintah sepakat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian dilanjutkan ke tingkat II atau rapat paripurna, agar disetujui menjadi Undang-Undang (UU).

Ketua Komisi VI DPR, Teguh Juwarno menyampaikan, pembahasan RUU Perkoperasian telah melalui proses yang panjang, sehingga diharapkan RUU ini dapat segera disahkan dalam Rapat Paripurna sebelum periode DPR RI 2014 - 2019 berakhir.

“Kita tahu, Undang-Undang Koperasi yang lama kan di judicial review, sehingga tidak berlaku, dan kemudian pemerintah mengajukan usulan RUU yang baru. Setelah melalui pembahasan yang cukup panjang dan intens, syukur Alhamdulilah kita sampai ke tahapan ini," ujarnya, usai memimpin Rapat Kerja dengan Menteri Perkoperasian Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga di Gedung DPR,  Senayan, Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Adapun persetujuan pembahasan RUU Perkoperasian ke tingkat II disepakati melalui mekanisme voting.  Setidaknya ada 6 fraksi yang sepakat RUU Perkoperasian untuk dibahas di rapat paripurna, antara lain F-Partai Demokrat, F-Partai Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PAN, Fraksi Nasdem dan Fraksi Hanura. Sementara, 4 fraksi yang tidak setuju ialah F-PDI Perjuangan, F-Gerindra, F-PKB dan F-PPP.

Baca Juga: Penjelasan DPR Soal Tugas dan Kerja Pansus Pemindahan Ibu Kota

“Namun teman-teman (Komisi VII) juga melihat bahwa proses pengambilan keputusan itu memang terkadang tidak sepenuhnya bulat, maka kita melakukan pengambilan keputusan atas suara terbanyak,” tandas legislator Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Sementara itu, Ketua Panja RUU Perkoperasian Inas Nasrullah Zubir mengakui masih terdapat perbedaan pandangan antar fraksi. Namun, perbedaan persepsi tersebut bukan menyangkut hal substansial. Menurut Inas, salah satu perubahan  dalam RUU Perkoperasian ialah aturan penyertaan modal masyarakat pemerintah dan BUMN maksimal 25 persen.

“Artinya, koperasi berdiri sendiri untuk kepentingan mereka, tidak ada bouwheer (pemilik modal) atau rentenir terselubung," sambungnya.

Selain itu, lanjut politisi Partai Hanura itu, diatur juga jumlah minimal anggota koperasi yang sebelumnya 20 orang perseorangan menjadi 9. “Supaya koperasi benar-benar tumbuh menjadi penopang pertumbuhan ekonomi maka dibatasi penyertaan modal masyarakat. Jangan ada modal dari masyarakat 100 persen, lalu memberikan jaminan seenaknya, harus mengacu pada UU Penjaminan. Siapa yang bisa melakukan penjaminan, apakah pemerintah dan harus ada perhatian dari pemerintah soal penjaminan itu sendiri," tandasnya.

Baca Juga: Revisi UU KPK, DPR Tengah Lakukan Pendalaman Materi


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI