Komisi VII : Indeks Penelitian Indonesia Masih Rendah

Fabiola Febrinastri
Komisi VII : Indeks Penelitian Indonesia Masih Rendah
Anggota Komisi VII DPR RI Arkanata Akram. (Dok : DPR)

Lab perlu dirancang secara khusus.

Suara.com - Indeks penelitian di Indonesia dinilai masih rendah. Para peneliti Indonesia tertinggal jauh dari para peneliti di negara-negara lain.

Ada H-Indeks sebagai indikator hasil penelitian. Anggota Komisi VII DPR RI, Arkanata Akram menyarankan, indeks, penelitian di Indonesia bisa diarahkan ke penelitian 4.0 dengan menggunakan simulasi komputer.

“Bicara daya saing penelitian antara LIPI sebagai lembaga penelitian dari Indonesia dengan lembaga penelitian lain dari negara luar, maka kita kekurangan. Itu ditandai dengan H-Indeks yang tertinggi hanya 10. Padahal minimal 18 untuk mendapat title professorship di kancah internasional,” kata Arkanata, usai mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI ke Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA), LIPI, Gunung Kidul, Yogyakarta, Jumat (22/11/2019).

Untuk meningkatkan daya saing penelitian, politisi Partai NasDem itu mengimbau agar mengarahkan penelitian ke 4.0 yang menggunakan simulasi komputer. Maksudnya, semua laboratorium basah atau yang menggunakan eksperimen dipindahkan ke dalam bentuk simulasi komputer (machine learning).

Baca Juga: Anggota Komisi III DPR Minta BNN Dibubarkan, Ini Tanggapan Mabes Polri

Lab basah sendiri dalam dunia penelitian biasanya digunakan untuk menangani berbagai bahan kimia dan punya potensi bahaya basah. Untuk itu, lab perlu dirancang secara khusus.

Saat ini, di Indonesia masih jarang menggunakan simulasi komputer untuk penelitian bidang ilmu pengetahuan alam. Penelitian ini sangat murah.

“Kebanyakan kita masih menggunakan lab eksperimen yang basah. Jarang sekali di Indonesia menggunakan machine learning untuk bidang ilmu pengetahuan alam. Machine learning banyak dikembangkan di Indonesia dalam penelitian sosial, politik, dan ekonomi, tapi untuk penelitian bidang ilmu pengetahuan alam kita masih ketinggalan,” jelasnya.

Sementara itu, masih kata legislator dapil Kalimantan Utara ini, bicara akses hasil penetian bagi masyarakat, mungkin ada baiknya semua hasil penelitian LIPI diumumkan di sebuah website untuk memudahkan masyarakat mengaksesnya. Di beberapa negara lain, hal ini sudah biasa.

Seperti di Australia, lembaga penelitiannya membuka akses bagi masyarakat, sehingga tidak hanya produk, tapi ilmunya pun bisa didapat masyarakat.

Baca Juga: DPR Persoalkan Syarat CPNS Kejagung yang Tolak LGBT dan Disabilitas


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI