DPR Tolak Rencana Penyesuaian Tarif Dasar Listrik
Automatic adjustment sendiri merupakan mekanisme penyesuaian tarif listrik secara otomatis.
Suara.com - Pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 19 Tahun 2019 memberlakukan penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) terhadap golongan 900 VA rumah tangga mampu mulai 1 Januari 2020. Anggota Komisi VII DPR RI, Rofik Hananto menolak rencana kenaikan TDL, yang menurutnya, kenaikan TDL hanya akan menambah beban rakyat kecil.
“Pemerintah jangan menambah beban ekonomi di tengah-tengah masyarakat, khususnya menengah ke bawah. Meskipun terdapat penurunan alokasi subsidi listrik dalam APBN 2020, pemerintah tetap bisa menunda kenaikan tarif listrik untuk golongan non-subsidi,” ungkapnya, melalui rilis yang diterima Parlementaria, Senin (25/11/2019).
Menurut pengamatannya, kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum baik, apalagi faktor yang memengaruhi penyesuaian TDL seperti Indonesian Crude Price (ICP), tingkat kurs, dan inflasi menunjukkan kondisi yang relatif lebih baik. Untuk itu, tidak seharusnya pemerintah menaikkan tarif listrik.
“Naiknya tarif listrik ini justru bisa mengerek tingkat inflasi yang seharusnya tidak terjadi," kata Rofik.
Baca Juga: Pertanyakan Urgensi PP 77 dan SKB, DPR Bakal Panggil Menpan RB dan Mendagri
Dia menambahkan, dengan keputusan pemerintah yang menggunakan mekanisme automatic adjustment dalam menentukan tarif listrik, maka tidak ada urgensi bagi pemerintah untuk menaikkan tarif listrik, malah tarif listrik berpeluang turun pada tahun depan.
Automatic adjustment sendiri merupakan mekanisme penyesuaian tarif listrik secara otomatis berdasarkan perhitungan tiga variabel pembentuk Harga Pokok Penyediaan (HPP) listrik. Ketiga variabel tersebut adalah harga minyak mentah Indonesia (ICP), inflasi, dan kurs rupiah terhadap dolar AS.
Selain itu, pemerintah juga menambahkan variabel Harga Batu bara Acuan (HBA) seiring dengan meningkatnya penggunaan energi batu bara yang mencapai sekitar 57 persen.
Jika mencermati perkembangan pada tahun 2019, lanjut Rofik, rata-rata ICP sudah turun ke level 63 dolar AS per barel, atau lebih rendah dibandingkan asumsi APBN 2019 sebesar 65 dolar. Kurs rupiah hingga Oktober 2019 tercatat Rp 14.078 per dolar AS atau lebih kuat ketimbang asumsi APBN dan RKAP PLN 2019 sebesar Rp 15.000. Inflasi Oktober 2019 pun hanya 0,02 persen atau 2,22 persen pada periode Januari-Oktober.
Selain itu, harga batu bara mandatori domestik yang dijual ke PLN tetap 70 dolar AS per ton, sementara harga gas cenderung turun. Berdasarkan kecenderungan tersebut ditambah upaya efisiensi yang telah dilakukan PLN, maka Harga Pokok Produksi (HPP) listrik seharusnya tidak mengalami kenaikan, malah justru berpeluang untuk turun.
Baca Juga: Komisi V DPR Tinjau Pengerjaan Jalan Pintas di Bali
Selain menunda kenaikan tarif listrik, politisi Fraksi PKS ini menambahkan, pemerintah harus melakukan kajian data secara menyeluruh, termasuk database pelanggan listrik. Pemerintah harus melakukan update perbaikan database terlebih dahulu, sebelum nantinya melakukan penyesuaian tarif.