Hendrawan Supratikno : Proses Globalisasi hanya Menghasilkan Marjinalisasi

Fabiola Febrinastri
Hendrawan Supratikno : Proses Globalisasi hanya Menghasilkan Marjinalisasi
Bedah buku Ekonomi Politik Gula, Kedaulatan Pangan di Tengah Liberalisasi Perdagangan, di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019). (Dok : DPR)

Indonesia, saat ini menjadi negara importir gula terbesar di dunia.

Suara.com - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno menilai, globalisasi yang berlangsung saat ini memiliki efek samping. Menurutnya, dampak negatif juga tengah berlangsung di Indonesia, bahkan proses globalisasi ini hanya menghasilkan marjinalisasi.

"Kalau istilah yang sering saya bilang, gembelisasi," sebutnya, saat menjadi narasuber dalam diskusi serta bedah buku Ekonomi Politik Gula, Kedaulatan Pangan di Tengah Liberalisasi Perdagangan, karya mantan Rektor Unas, Umar Basalim di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2019).

Globalisasi ini, menurut Hendrawan, sedikit banyak merugikan perekonomian Indonesia, termasuk industri gula nasional, hingga menyebabkan produsen lokal tak mampu bersaing dengan gula impor.

"Dulu Fahri Hamzah, anggota DPR dari PKS, sekarang dari Gelora, minta lima pabrik gula milik pemerintah ditutup, daripada rakyat harus membayar inefisiensi," ungkap profesor bidang ekonomi ini.

Baca Juga: Pengesahan UU KPK Dipermasalahkan, DPR Siap Beri Penjelasan di Sidang MK

Selain berlakunya satu harga, globalisasi juga disebut merusak sendi-sendi kehidupan lain. Tak terkecuali politik.

Saat ini, kata dia, kesempatan terjun di politik khususnya menjadi wakil rakyat, hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki modal mencukupi secara materil.

"Masyarakat yang menang terus-terusan menang. Yang kalah ya, akan terus kalah. Saya dulu minta liberalisasi perdagangan harus seizin DPR, karena itu dampaknya luar biasa. Tapi Marie Pangestu (Menteri Perdagangan saat itu) justru mengatakan harus mempercepat liberalisasi perdagangan, perekonomian, globalisasi," imbuhnya.

Menurut Umar Basalim, terdapat pergeseran luar biasa dalam industri gula nasional akibat globalisasi atau liberalisasi, seperti perubahan status produk pangan yang tadinya produk publik menjadi privat. Bahkan, melalui regulasi World Trade Organization (WTO)/AoA yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 1994, membuat Indonesia yang tadinya negara berkembang eksportir gula, kini bergeser menjadi importir bahan pangan tersebut. Peran negara juga kian menipis.

"Awalnya dominan peran negara, sekarang jadi peran swasta yang dominan. Walau masih ada, sedikit peran mengatur atau intervensi negara dalam persoalan pangan," ujarnya.

Baca Juga: Suap Impor bawang, Eks Anggota DPR I Nyoman Dhamantra Segera Disidang

Masih menurut Umar, Indonesia, saat ini juga menjadi negara importir gula terbesar di dunia. Uni Eropa, yang merupakan pengimpor gula nomor satu, terdiri dari beberapa negara. Padahal dulu bersama Brazil, kata dia, Indonesia menjadi eksportir gula.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI