Bahan Baku Utama Obat Masih Impor, Mufti Anam: Benahi Secara Fundamental

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
Bahan Baku Utama Obat Masih Impor, Mufti Anam: Benahi Secara Fundamental
Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam. (Dok : DPR).

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menduga ada praktik permainan mafia obat di dalam industri farmasi saat ini.

Suara.com - Kemampuan produksi obat-obatan dan alat kesehatan oleh BUMN Farmasi terus menjadi sorotan di tengah situasi darurat wabah Covid-19 dan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini.

Sebab diketahui bahan baku utama pembuatan obat ternyata didominasi oleh impor sebesar 90 persen, yang pada akhirnya menyebabkan kerugian-kerugian sendiri bagi Indonesia seperti langkanya obat-obatan, vitamin, hingga alat kesehatan.

Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan para direksi BUMN Farmasi yang digelar secara virtual, Selasa (21/4/2020).

Ia mendesak agar segera dilakukan pembenahan secara fundamental yang berarti secara menyeluruh untuk mengoptimalisasi produksi dalam negeri.

Baca Juga: Setjen DPR Rakor dengan MPR dan DPD Bahas Sidang Tahunan

“Yang membuat kaget adalah 90 persen bahan baku obat kita masih impor. Dengan kondisi itu bagaimana kekuatan keuangan BUMN Farmasi tahun ini. Sejauh mana BUMN Farmasi dengan kondisi keuangan tersebut bisa membantu pelayanan Covid-19 secara lebih strategis. Lalu dengan kondisi keuangan dan pelemahan rupiah, sejauh mana ke depan BUMN Farmasi bisa terus mengimpor bahan baku obat,” terangnya.

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menduga ada praktik permainan mafia obat di dalam industri farmasi saat ini.

“Jangan sampai yang dibicarakan Menteri BUMN benar adanya bahwa ada mafia obat dan bahan bakunya, dimana ada yang ambil untung besar dari industri bisnis obat ini sehingga tidak ada goodwill untuk industri dalam negeri kita,” imbuhnya.

Legislator dapil Banyuwangi ini menyatakan yang membuatnya lebih miris lagi adalah fakta bahwa Presiden telah berupaya memperbaiki masalah ini sejak 2016 dengan mengeluarkan sejumlah paket kebijakan yang isinya untuk memperkuat struktur industri obat dan alat-alat kesehatan nasional. Artinya menurut Mufti hingga hari ini BUMN Farmasi masih gagal memberikan dukungan optimal untuk kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional.

“Kenapa? Karena JKN butuh dukungan dan kemampuan produksi obat dan alat kesehatan dalam negeri. Apalagi dalam kondisi saat ini babak belur pastinya karena rupiah yang sangat melemah. Kira-kira ini kendalanya apa? Langkah yang sudah dilakukan apa? Misalnya untuk perusahaan kimia, industri dalam negeri kita ini bisa melakukannya,” geram Mufti.

Baca Juga: AMAN Minta DPR Muat Kesetaraan Gender pada RUU Masyarakat Adat

Lantas ia pun berharap ada perbaikan strategis dimulai dari internal tiap BUMN Farmasi. Kemudian Mufti juga mendorong kolaborasi dengan setiap BUMN yang juga bergerak di bidang yang sama. PT. Pindad misalnya di bidang kimia.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI