DPR : KPK Harus Mampu Jaga Pemerintahan yang Sah
DPR harus diposisikan representasi daulat rakyat dalam konteks keuangan negara dan politik anggaran.
Suara.com - Anggota Komisi III DPR R, Arteria Dahlan menjelaskan, di masa pandemi Covid-19 saat ini, semua pihak dipaksa mengalah dan menutup mata dengan alasan ada keadaan kedaruratan kesehatan.
Oleh sebab itu, ia mendesak pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencermati lebih serius terkait "korupsi kebijakan", mulai dari prosedur, mekanisme, tata cara, due process of law suatu kebijakan diambil.
Menurut Arteria, saat ini semua pihak berharap besar pada KPK dan sekaligus, momentum terbaik KPK di dalam mengimplementasikan konsep pencegahan korupsi, khususnya dalam upaya besar bangsa di dalam menghadapi bencana non-alam yang luar biasa.
Maka dari itu, Arteria mendesak KPK, dengan fungsi yang dimilikinya, agar mampu menjaga pemerintahan yang sah dalam hal politik anggaran di masa darurat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Banggar DPR Minta Pemerintah Rekomendasi Pulihkan Ekonomi Pasca Covid-19
"KPK harus mampu menjaga pemerintahan yang sah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, jangan sampai beliau tersandera, jangan sampai ada design besar untuk mengkooptasi kekuasaan pemerintah yang berkuasa," tandas Arteria, saat Rapat Kerja Komisi III dengan dengan Pimpinan KPK, di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (29/4/2020).
Ia memberikan catatan penting soal kewenangan lembaga-lembaga negara, termasuk lembaga kepresidenan pun harus dijaga. Presiden harus tetap diposisikan sebagai Kepala Negara pemegang kekuasaan tertinggi berdasarkan Undang-Undang.
DPR RI harus diposisikan representasi daulat rakyat dalam konteks keuangan negara dan politik anggaran.
Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini pun menyinggung soal kekuasaan yang diberikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara dan kekuasan kehakiman dan penegak hukum harus dapat bekerja tanpa dapat dibatasi oleh produk hukum apapun, apalagi dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Di hadapan para peserta rapat yang terdiri dari para anggota Komisi III DPR RI dan pimpinan KPK, baik yang hadir secara langsung maupun yang hadir secara virtual, dia mempertanyakan tentang materi muatan undang-undang apalagi perpu, apakah boleh dua aturan tersebut melampaui kewenangan UUD, menabrak fatsun konstitusi, menegasikan kekuasaan presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, serta menghilangkan daulat rakyat dalam konteks keuangan negara dan politik anggaran.
Baca Juga: DPR ke KPK: Tolong Usut, Ruangguru di Kartu Prakerja itu Korupsi!
Menurutnya, seharusnya ring satu istana dapat memberikan informasi yang dianggap perlu dan urgen kepada presiden.