DPR : Program Kartu Pra Kerja Perlu Pengawasan Ketat dan Melekat

Fabiola Febrinastri
DPR : Program Kartu Pra Kerja Perlu Pengawasan Ketat dan Melekat
Anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto. (Dok : DPR)

Ada biaya yang dialokasikan untuk pelatihan hingga sebesar Rp 5,6 triliun, yang melibatkan lembaga pelatihan dan platform digital.

Suara.com - Anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto menilai, pengawasan ketat dan melekat dalam program Kartu Pra Kerja sangat dibutuhkan, bukan hanya melibatkan KPK namun juga perlu menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK).

"Saya berpandangan bukan hanya KPK yang harus jeli dan ketat dalam mengawasi, tapi saya meminta PPATK untuk memantau setiap transaksi keuangan khususnya pihak-pihak atau perusahaan dan pengusaha yang terlibat dan atau terafiliasi dalam pelaksanaan Kartu Prakerja ini," papar Didik, dalam rilis yang diterima Parlementaria, Jakarta, Jumat (1/5/2020).

Menurut politisi Fraksi Partai Demokrat ini, kalau perlu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga harus melakukan audit khusus terhadap pelaksanaan Kartu Prakerja, selain itu Kepolisian, Kejaksaan, Inspektorat, masyarakat juga harus aktif melakukan pengawasan.

Didik menilai, sebenarnya KPK bisa melakukan analisis dan membuat kajian terkait pelaksanaan Kartu Prakerja untuk menutup celah korupsi, dan juga sebagai upaya mencegah korupsi, serta meminimalisir potensi kerugian keuangan negara. Untuk selanjutnya hasil analisis tersebut disampaikan kepada pemerintah.

Baca Juga: Kursus Online Ruangguru di Kartu Prakerja Janggal, DPR: Gratiskan Saja

"Dengan pengawasan dini tersebut, saya berharap apabila ada yang nyata-nyata melakukan penyimpangan, penyalahgunaan kewenangan dan melakukan korupsi baik pejabat maupun pihak swasta termasuk penyedia platform digital, segera lakukan tindakan preventif, tangkap, cegah, dan perbaiki," ujarnya.

Didik menjelaskan, program tersebut perlu mendapatkan pengawasan yang ketat, karena menggunakan uang negara yang cukup besar, yaitu di tahun 2020 mencapai Rp 20 triliun, dengan melibatkan 5,6 juta orang calon penerima manfaat Kartu Pra Kerja.

Didik mengatakan, dari anggaran tersebut, ada biaya yang dialokasikan untuk pelatihan hingga sebesar Rp 5,6 triliun, yang melibatkan lembaga pelatihan dan platform digital.

"Bahkan penyedia platform digital tersebut sebagai mitra Kartu Prakerja, keberadaannya tidak melalui mekanisme lelang," ungkap Didik.

Dia mengatakan, proses eksekusi program tersebut untuk beberapa hal masih dianggap tidak transparan dan akuntabel, bahkan ada beberapa anggapan tentang adanya potensi KKN, dagang pengaruh atau trading influence. Karena itu Didik menilai sangat diperlukan pengawasan yang ketat dan melekat untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan, penyimpangan dan korupsi.

Baca Juga: Ketua DPR Minta Perusahaan Tidak PHK Buruh di Tengah Pandemi Virus Corona


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI