Berpotensi Langgar Konstitusi, F-PKS Desak Pemerintah Ubah Perppu Covid-19
Hal ini bertentangan dengan prinsip supremasi hukum dan prinsip negara hukum.
Suara.com - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19, berpotensi melanggar konstitusi. Karena itu, Fraksi PKS DPR RI meminta pemerintah melakukan perubahan pada Perppu tersebut, agar tugas yang dijalankan pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan ketentuan hukum yang berlaku.
“Di antara catatan PKS atas Perppu Nomor 1 Tahun 2020, adalah adanya potensi pelanggaran konstitusi,” kata Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati dalam siaran persnya kepada Parlementaria, Kamis (7/5/2020).
Beberapa pasal yang cenderung bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 adalah kekuasaan penuh Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR RI, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara sangat dominan dalam Perppu ini.
Lebih rinci, Anis menjelaskan poin per poin. Pertama, Pasal 12 ayat 2 Perppu menyatakan bahwa Perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Baca Juga: DPR : Peran Otoritas Jasa Keuangan Sebaiknya Dikembalikan ke BI
Menurutnya, hal tersebut telah menghilangkan kewenangan serta peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-Undang atau yang setara. UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 ayat 1 telah menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN sebagai Undang-Undang yang ditetapkan setiap tahun.
Kedua, Pasal 27 ayat 2 Perppu menyatakan bahwa Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada itikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Anis, hal ini bertentangan dengan prinsip supremasi hukum dan prinsip negara hukum.
Ketiga, Pasal 27 ayat 1 Perppu menyatakan bahwa biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
“Hal ini tidak sesuai dengan prinsip dasar keuangan negara dan meniadakan adanya peran BPK untuk menilai dan mengawasi. Kita ingin pandemi Covid-19 yang dihadapi Bangsa Indonesia hari ini, dihadapi bersama-sama secara transparan, akuntabel dan benar-benar membantu kebutuhan rakyat,” imbuh legislator dapil DKI Jakarta tersebut.
Baca Juga: Tak Tegas dan Bikin Rakyat Bingung, DPR Sebut Menhub Banyak Beretorika
Anis menegaskan Fraksinya telah meminta pemerintah mengubah Perppu Nomor 1 Tahun 2020 agar Pemerintah menjalankan tugasnya sesuai dengan UUD dan ketentuan hukum yang berlaku.