Defisit APBN 2020 Melebar, Pemerintah Perlu Jaga Kredibilitas APBN

Fabiola Febrinastri
Defisit APBN 2020 Melebar, Pemerintah Perlu Jaga Kredibilitas APBN
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin. (Dok : DPR)

Perkembangan indikator asumsi dasar ekonomi makro diperkirakan masih akan terus berkembang.

Suara.com - Pemerintah memperkirakan defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) TA 2020 mencapai Rp 1.028,5 triliun atau 6,27 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Persentase tersebut naik 1,20 persen dari perkiraan yang sebelumnya ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020, yaitu 5,07 persen terhadap PDB.

Terkait hal ini, anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Anetta Komarudin mengingatkan pemerintah untuk menjaga kredibilitas APBN.

“Pelebaran defisit tentu berakibat semakin besarnya risiko pengelolaan fiskal seiring penambahan pembiayaan utang serta beban pembayaran bunga utang. Ditambah lagi, hal tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan kemampuan pembayaran karena menurunnya kinerja penerimaan negara akibat tekanan ekonomi,” ujar Puteri, dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Selasa (19/5/2020).

Dalam konferensi pers Senin (18/5/2020), Menteri Keuangan menyatakan, outlook pendapatan negara hanya akan mencapai Rp 1.691,6 triliun, atau lebih rendah Rp 69,3 triliun dari target Perpres Nomor 54 tahun 2020, yaitu sebesar Rp 1.760,9 triliun.

Baca Juga: Pemerintah Jangan Plin-Plan, DPR: Ormas Saja Ikut Aturan

Sementara itu, alokasi belanja negara mengalami peningkatan menjadi Rp 2.720,1 triliun atau bertambah Rp 106,3 triliun. Peningkatan tersebut di antaranya seiring penambahan anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang mencapai Rp 641,17 triliun.

Oleh karena itu, Puteri menyoroti fleksibilitas pelebaran defisit anggaran untuk kembali di bawah 3 persen dari PDB secara bertahap sebagaimana direncanakan Pemerintah dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020.

“Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memang menjadi payung hukum yang jelas menyebutkan bahwa defisit akan kembali disiplin ke batas normal 3 persen dari PDB pada 2023. Namun, pelebaran defisit ini tetap perlu diantisipasi agar tidak terus melebar pada masa yang akan datang. Perlu diingat bahwa semakin melebarnya defisit, maka akan semakin menantang pula pengembaliannya ke batas normal walau secara bertahap. Untuk itu, pemerintah harus berusaha keras agar pelebaran defisit yang terjadi tetap dalam batas yang memungkinkannya kembali pada batas normal sesuai target Perppu,” imbau politisi Fraksi Partai Golkar.

Lebih lanjut, sebagai upaya untuk menekan pelebaran defisit APBN, Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bidang Ekonomi dan Keuangan ini meminta Pemerintah untuk mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan negara potensial seperti pajak digital. Selain itu, Puteri juga mengingatkan pemerintah agar meningkatkan efektivitas pengelolaan utang dan memperhatikan stabilitas rasio utang pemerintah terhadap PDB untuk menjaga kredibilitas APBN dalam menghadapi tekanan perekonomian akibat Covid-19.

“Strategi pembiayaan utang harus dilakukan dengan prudent dan terukur. Selain itu, Pemerintah juga perlu mempertimbangkan alternatif sumber pembiayaan lain dengan biaya dana yang lebih rendah” papar Ketua Kaukus Pemuda Parlemen (KPPI) tersebut.

Baca Juga: Geram Jokowi Tak Soalkan Keramaian Pasar, DPR: Kalau Gitu Cabut Saja PSBB

Dalam kondisi ketidakpastian pasar akibat dampak Covid-19, perkembangan indikator asumsi dasar ekonomi makro diperkirakan masih akan terus berkembang. Puteri menilai, pemerintah perlu lebih cermat dan akurat dalam menetapkan dan menghitung indikator penting tersebut dalam menyusun perubahan APBN TA 2020. Untuk itu, legislator dapil Jawa Barat VII ini meminta agar Pemerintah segera menyampaikan kepada DPR RI terkait revisi Perpres 54/2020.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI