Komisi IV : Terobosan Perizinan Dilakukan di Era Jokowi, Bukan Mengobral

Fabiola Febrinastri | Dian Kusumo Hapsari
Komisi IV : Terobosan Perizinan Dilakukan di Era Jokowi, Bukan Mengobral
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo. (Dok : DPR).

Pemerintah tidak punya uang untuk memanfaatkan harta kekayaan hutan itu.

Suara.com - Era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), baik pada masa pemerintahan pertama (20014-2019) dan masa kedua nya ini, terus melakukan berbagai terobosan-terobosan, termasuk dalam hal perizinan. Hampir semua perijinan diperketat dan diawasi penggunaannya, agar sesuai dengan peruntukan.

Demikian dikemukakan anggota Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo dalam wawancara dengan media, Rabu (27/1/2021).

Dalam kaitan ini terobosan perizinan, lanjut Firman, dilakukan pemerintah demi mempermudah investasi dan juga memotong birokrasi yang berbelit, seperti dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), yang belum lama disetujui dan diundangkan.

“Jadi saya menilai, tidak ada namanya obral izin di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Pak Jokowi sejak awal konsisten bagaimana memajukan ekonomi dengan memangkas birokrasi berbelit, tetapi mengawasi secara ketat berbagai ijin, termasuk izin pada sektor kehutanan,” ujarnya.

Baca Juga: Surat Tak Sampai, KPK Gagal Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Hari Ini

Firman lebih lanjut mengatakan, ketatnya perizinan bidang kehutanan di masa Presiden Jokowi, karena ada mekanisme pengawasan tehnis dan administratif.  Tugas pengawasan itu kini dipegang oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar yang sangat berat, mengingat banyak permasalahan kehutanan di masa lalu, seolah-olah hasil dari kerja pemerintahan Jokowi.

“Saya kebetulan sudah empat periode di Komisi IV DPR yang bermitra dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, juga Kementerian Pertanian. Dari  pengawasan Komisi IV DPR, kami tidak mendapati adanya obral perizinan. Dan jika hal itu terjadi, pasti, sejak awal kita cegah, buktinya tidak ada. Tudingan adanya obral izin itu sangat tendensius dan tak berdasar,” tegas dia.

Politisi senior Partai Golkar ini mengakui terobosan yang dilakukan Presiden Jokowi ketika menggabungkan bidang lingkungan hidup dan kehutanan menjadi satu kementerian, yakni Kementerian LHK dan itu sangat berat, mengingat banyak orang kerap melihat kerusakan lingkungan dan mengaitkannya dengan persoalan kehutanan.

“Karena persoalan itu terjadi sudah puluhan tahun sejak era Orde Baru, maka Menteri LHK yang sekarang ini yaitu Menteri Siti Nurbaya kebagian ‘cuci piring’ atau ‘bersih-bersih’. Ironisnya lagi banyak orang yang tidak mengetahui persoalan dengan baik dan didukung data akurat, melempar isu atau pernyataan tak berdasar, seolah pada masa Jokowi ini banyak obral izin dan lingkungan rusak,” papar Firman.

Bahkan selama bermitra dengan KLHK di bawah Menteri Siti Nurbaya, Komisi IV DPR, manurut Firman, malah mendapat banyak masukan dan perubahan yang dilakukan telah menuai hasil, misalanya kurangnya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), perbaikan lingkungan, tata kelola birokrasi yang semakin baik, dan pujian dunia internasional karena pengelolaan hutan yang baik.

Baca Juga: Kinerja LPEI Moncer di Tengah Pandemi, DPR: Harus Terus Dijaga

"Selanjutnya kita bisa melihat bagaimana keterlanjuran kebun sawit, baru sekarang di era Jokowi ini ada terobosan dengan dibuat dasar hukumnya dulu, lalu diakomodir di dalam UU Cipta Kerja. Sebelum era Jokowi, tidak ada terobosan persoalan kehutanan yang menahun. Memang berat dan butuh waktu,” katanya.

Kesempatan itu, Firman Subagyo juga menyinggung adanya banjir di Kalimantan Selatan dalam kaitan penambangan di sana. Menurutnya, dalam konteks banjir, persoalannya bukan 1-2 tahun ini, tapi puluhan tahun silam, di masa pemerintahan Orde Baru, di mana investor mengelola hutan, karena pemerintah tidak punya uang untuk memanfaatkan harta kekayaan hutan itu.

Dampak dari penambangan yang puluhan tahun, reklamasi dan reboisasi terhambat, bahkan tidak bisa mencapai target karena KLHK tidak punya uang, dan kewajiban dari investor atau retribusinya malah jatuh ke Kementerian Pertambangan dan Energi.

“Saat ini meski dana reboisasi dan reklamasi masuk APBN tapi tidak fokus dan jumlahnya kecil, makanya dalam UU Cita Kerja diatur soal ini agar ke depan lingkungan tidak rusak dan usaha bisa terus berjalan,” tambah Firman.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI