Konflik Myanmar, ASEAN Dinilai Tak Mampu Hadapi Krisis Regional
Pemerintah negara ASEAN didesak untuk meninggalkan doktrin lama non-intervensi
Suara.com - Konflik yang terjadi di Myanmar, sekali lagi menunjukkan ketidakmampuan ASEAN dalam menghadapi krisis regional, di mana pemerintah negara ASEAN dilumpuhkan oleh doktrin non-intervensi yang dibuat sendiri.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pemimpin Oposisi Kamboja, Sam Rainsy, mewakili Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon, Mantan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya, Pemimpin Oposisi Malaysia Anwar Ibrahim, Mantan Juru Bicara Parlemen Singapura Charles Chong, dan Ketua Dewan Liberal dan Demokrat Singapura Charles Chong, dalam pembacaan pernyataan tentang "ASEAN Needs a New Vision to End the Myanmar Killings".
"Rakyat ASEAN menginginkan kawasan damai dan demokratis yang menghormati hak asasi manusia. Pemerintah ASEAN gagal menangani krisis Myanmar yang sedang berlangsung secara efektif," ujar Sam, Rabu (17/3/2021).
Sam bilang, pemerintah negara ASEAN menunjukkan sikap kurangnya kemauan politik dan persatuan di tengah junta militer yang terus melancarkan aksi pembunuhan terhadap para rakyat pro-demokrasi Myanmar.
Baca Juga: Cegah Polemik, DPR Sebut RKUHP Perlu Disosialisasikan ke Praktisi Hukum
"Selama beberapa dekade, pemerintah ASEAN secara konsisten gagal melindungi rakyatnya dari satu krisis ke krisis lainnya, termasuk polusi trasnasional, bencana kemanusiaan Rohingya, dan berbagai pelanggaran anti-demokrasi dan hak asasi manusia," sambung Sam.
Pemerintah ASEAN, ungkap Sam, telah dilumpuhkan oleh doktrin non-campur tangan yang dibuat sendiri, doktrin yang mungkin dibutuhkan di masa lalu.
Namun untuk saat ini, doktrin tersebut malah menjadi batu sandungan bagi perkembangan demokrasi partispatif dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat ASEAN.
"Kami, yang bertanda tangan di bawah ini, mendesak pemerintah agar meninggalkan doktrin lama non-campur tangan dan mengejar pendekatan baru dalam keterlibatan konstruktif dan kritis," tegas Sam.
Merespon krisis Myanmar, imbuh Sam, semua pemerintah ASEAN harus bersatu, menyampaikan pesan tegas kepada junta militer untuk segera membebaskan semua tahanan politik guna memulihkan situasi politik sebelum kudeta 1 Februari 2021 dan menghormati suara rakyat dalam pemilihan umum November 2020.
Baca Juga: DPR Minta Kemenhub Perhatikan Kembali Transportasi Arus Mudik
Lebih jauh Sam menyebut, semua yang bertanggung jawab atas pembunuhan orang yang tidak bersalah dalam konflik Myanmar juga harus berhadapan dengan hukum.
"Jika gagal, semua pemerintah ASEAN lainnya harus bersatu dan menangguhkan keanggotaan Myanmar di ASEAN dan kemudian menjatuhkan sanksi perdagangan dan ekonomi yang ditargetkan terhadap junta militer dan rekan-rekan mereka," tandasnya.