Azis Syamsuddin Curigai Lima Jaringan Teroris Bermain di Fintech

Fitri Asta Pramesti
Azis Syamsuddin Curigai Lima Jaringan Teroris Bermain di Fintech
Wakil Ketua DPR RI, M. Azis Syamsuddin. (Dok : DPR)

"Kami meminta BNPT untuk terus meningkatkan koordinasi dengan lembaga terkait, khususnya PPATK guna melacak sinyalemen yang ada," ujar Azis.

Suara.com - Wakil Ketua DPR M. Azis Syamsuddin mencurigai lima jaringan teroris memanfaatkan fintech, crowdfunding, hingga non-profit organization (NPO) sebagai ruang untuk melakukan transaksi gelap, karenanya, ia meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan PPATK segera melacak dugaan tersebut. 

Kecurigaan ini, juga sejalan dengan penggalangan dana melalui kampanye di media sosial, dengan modus bantuan kemanusiaan, untuk bencana alam, korban konflik Palestina dan Suriah, sampai warga yang terpapar Covid-19 hingga panti asuhan sebagai tameng.  

"Kami meminta BNPT untuk terus meningkatkan koordinasi dengan lembaga terkait, khususnya PPATK guna melacak sinyalemen yang ada. Kecenderungan ini, dibarengi dengan perubahan rekrutmen, pengumpulan donasi, lokasi berkumpul dan metode kerja," jelas Azis, Jumat (16/4/2021).

Azis juga mencurigai masih ada operasi dengan memanfaatkan beberapa momentum. Cara-cara ini biasa dimainkan oleh lima kelompok teroris dengan menyebar propaganda radikal secara terselubung guna perekrutan melalui dunia maya.

Baca Juga: DPR Minta Pusat Lakukan Ini untuk Pastikan Kelanjutan Vaksin Merah Putih

"Kecenderungan operasi gelap ini yang dilakukan, di kawasan kota," sambungnya. 

Lima jaringan teroris yang dimaksud Azis yakni jaringan Negara Islam Indonesia (NII) dan Jamaah Islamiyah (JI). Kelompok yang sempat tumbuh subur di di Malaysia pada 1993.

Lalu, Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), yang diyakini masih aktif. Jaringan ini disebut-sebut terafiliasi dengan Al-Qaeda di Suriah dan Front Al-Nusrah.

"Dari literasi yang ada, MMI merupakan organisasi pengembangan dari Darul Islam dan kemudian berubah nama lagi menjadi Jamaah Ansharut Tauhid (JAT)," ungkapnya. 

Selanjutnya adalah Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). Secara historis, imbuhnya, jaringan ini masih merupakan kelompok teroris Indonesia yang besar di Indonesia. Dalam perkembangannya, JAT telah melahirkan banyak kelompok teroris lainnya seperti Jamaah Ansharut Syariah (JAS) Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Baca Juga: Azis Syamsuddin: Vaksin Nusantara Cermin Kedaulatan Bangsa

Terakhir, Jamaah Ansharut Khilafah (JAK). JAK sendiri telah ada di Indonesia sejak 2016 dan mendapuk diri dengan nama JAK Nusantara. Kelompok teroris Indonesia ini dipimpin oleh Bahrunnaim yang merupakan Khatibah Nusantara ISIS Indonesia.

"Gerakannya mulai redup. Namu ada beberapa tokoh yang menyebar di kawasan barat dan timur Indonesia. Mereka menamakan dirinya JAK Masyriq dan JAK Maghrib. Kelompok ini, sangat erat dengan JAD," paparnya. 

Dalam keterangannya, Azis juga membeberkan salah satu metode yang kecenderungannya menyasar captive audience. Sebuah pola yang tergetnya menyasar kelompok yang kerap menghabiskan waktu di ruang maya.

"Ini menjadi kewaspadaan kita bersama. Bahkan dari perkembangan yang ada sejumlah Analisis Terorisme Internasional telah membedah pola rekrutmen baru ini," ujar Azis. 

Azis kembali menekankan bahwa metode rekrutmen disesuaikan pada level ancaman terorisme. Indonesia tidak sama dengan negara konflik. "Aksi terorisme khususnya selama situasi Pandemi Covid-19 masih akan terus berjalan. Karena adanya aliran pendanaan itu sendiri," tambahnya.

Terakhir, Azis meminta masyarakat khususnya lingkungan keluarga untuk tetap waspada pada pola sasaran captive audience yang dimaksud. Jaringan tersebut, akan tetap menekankan penyebaran  narasi-narasi yang mampu mempengaruhi seseorang.

"Dilanjutkan dengan ajakan, bergabung dalam group WhatsApp hingga diajarkan merakit bom hingga doktrin menjadi pengantin, sebuah istilah lama yang mereka adopsi," pungkasnya. 
 


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI