Gelombang Ketiga Ancam Indonesia, Komisi IX: Target Penurunan Stunting Semakin Berat

Fabiola Febrinastri
Gelombang Ketiga Ancam Indonesia, Komisi IX: Target Penurunan Stunting Semakin Berat
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher. (Dok: DPR)

Netty meminta pemerintah tetap fokus pada upaya penurunan stunting.

Suara.com - Dengan jumlah kasus harian telah mencapai 16.021 per 1 Februari 22, Indonesia harus bersiap menghadapi ancaman gelombang ketiga Covid-19. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah melakukan langkah antisipatif agar serangan ini tidak merusak program kesehatan Indonesia, termasuk target penurunan angka stunting.

"Dengan ancaman gelombang ketiga, tugas BKKBN untuk menurunkan angka stunting semakin berat. Target 2024 adalah turun 10,4 persen, menjadi 14 persen. BKKBN bekerja keras mencapai target tersebut di tengah kondisi pandemi," katanya dalam keterangan media, Rabu (2/2/2022).

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini meminta pemerintah memastikan langkah-langkah strategis penanganan stunting yang dapat diimplementasikan di lapangan.

"Tantangan pertama yang harus diatasi adalah tidak sinkronnya data antara versi DTKS Kemensos dengan yang dimiliki BKKBN. Misalnya, data tentang keluarga resiko stunting. Kesalahan penafsiran data tentu dapat berakibat pada kesalahan dalam pengambilan kebijakan. Bagaimana mau turun, kalau kebijakannya kurang tepat?" ujar Netty retoris.

Baca Juga: Menteri Nadiem Sudah Diingatkan Tapi Malah Dilempar ke Pemda, Ujungnya DPR Minta Jokowi Evaluasi PTM 100 Persen

Selanjutnya Netty menyebutkan tantangan penyediaan infrastruktur air bersih dan jamban sehat untuk keluarga Indonesia, terlebih di masa pandemi yang rentan penularan virus.

"Selain kekurangan energi kronik dan gizi, penyebab stunting secara tidak langsung adalah minimnya akses air bersih dan jamban sehat. Bagaimana mungkin keluarga dapat memenuhi kebutuhan gizinya, jika air bersih saja sulit di dapat," katanya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masih ada 9,79% rumah tangga Indonesia yang belum memiliki akses ke sumber air minum layak pada 2020.

Menurut Netty, perhatian dan dukungan pemerintah terhadap kader penggerak sebagai ujung tombak penanganan stunting di lapangan masih kurang.

"Kader PLKB dan Posyandu sebagai aset berharga BKKBN perlu diberikan pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya. Kesejahteraan dan jaminan sosial mereka juga perlu diperhatikan. Jangan sampai pemerintah menekan kader untuk bekerja maksimal melayani masyarakat namun dukungan peningkatan kompetensi dan jaminan kesejahteraan diabaikan," tandas Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat 2008 - 2018 ini.

Baca Juga: Ketua Komisi X DPR RI Setuju PTM 100 Persen Harus Segera Dievaluasi

Tantangan lain yang harus diselesaikan, kata Netty, adalah membangun koordinasi dan kolaborasi dengan setiap pemangku kepentingan untuk bekerja seirama.

"BKKBN sebagai leading sector penurunan angka stunting harus mampu menunjukkan leadership yang kuat. Bangun sinergitas dan kolaborasi dalam menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut. Program penurunan angka stunting tidak akan berhasil jika dihadapkan pada ego sektoral atau mentalitas silo dari para pemangku kepentingan," ujar Netty.

Terakhir, Netty meminta pemerintah tetap fokus pada upaya penurunan stunting yang disesuaikan dengan kondisi pandemi dan ancaman gelombang ketiga Covid-19.

"Disiplin prokes harus tetap diingatkan pada masyarakat, diawali dari keluarga. Jangan lengah agar kita tidak menyesal karena pandemi merenggut banyak hal dari kehidupan kita, termasuk gagalnya program penurunan stunting," tutupnya.


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI