Ke Tanjung Pinang, BKSAP Masyarakatkan Bahasa Melayu dalam Agenda Parlemen Internasional
Bahasa Melayu sedikitnya dapat berada di atas Prancis sebagai bahasa yang paling banyak digunakan.
Suara.com - Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon melaksanakan kunjungan kerja dalam rangka persiapan pembentukan Asosiasi Anggota Parlemen Berbahasa Melayu (AAPBM) di Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Pembentukan AAPBM ini dilakukan dalam rangka untuk memperkuat identitas identitas kawasan, sebagai suatu langkah politik untuk memasyarakatkan penggunaan Bahasa Melayu dalam agenda pertemuan internasional.
Kunker BKSAP DPR RI ke Tanjung Pinang ini merupakan kedua kalinya dalam rangka mempelajari rencana pembentukan AAPBM. Kunjungan pertama pada 18 Maret 2021, didapati laporan bahwa Bahasa Melayu pernah diajukan untuk menjadi bahasa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), namun kandas karena masih belum diputuskan dialek Melayu mana yang akan dijadikan standar.
“Pada kunjungan kali ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti berbagai temuan dan catatan penting dari dialog pertama itu, terutama terkait penguatan argumentasi urgensi pembentukan AAPBM. Kami juga mengambil kesempatan ini untuk mensosialisasikan diplomasi parlemen BKSAP dan perkembangannya,” ujar Fadli Zon, saat memberikan pengantar diskusi dengan jajaran Pemerintah Provinsi Kepri, di Tanjung Pinang, Jumat (11/2/2022).
Sejauh ini, Bahasa Indonesia yang berakar dari Bahasa Melayu, berada di posisi ke-10 dari bahasa dengan penutur terbanyak di dunia dengan lima besar.Di antaranya, Inggris (1,132 miliar), Mandarin China (1.117 miliar), Hindi (615 juta), Spanyol (534 juta), Prancis (280 juta).
Apabila dikaitkan dengan jumlah penduduk suatu negara, Bahasa Melayu sedikitnya dapat berada di atas Prancis sebagai bahasa yang paling banyak digunakan.
“Padahal, jika dikaitkan dalam konteks penutur Bahasa Melayu dengan segala dialeknya, tidak hanya Indonesia, tapi juga di Malaysia sekitar 30 juta, Thailand bagian selatan 47 ribu, Sri Lanka, Filipina, Brunei Darussalam, Belanda sekitar 40 ribu, Afrika dengan dialek Cape Malay, dan sebagainya, itu bisa lebih dari 300 juta orang. Lebih besar dari Francophone, atau penutur Bahasa Prancis,” ujar anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini.
Dipilihnya Provinsi Kepri untuk mendapatkan masukan tersebut, karena provinsi ini memliki relasi yang sangat erat dengan kemelayuan, terutama dari perspektif historis dan geostrategis. Dari sisi historis, pada abad ke-18, Kepri dikuasai oleh beberapa Kerajaan Melayu seperti Kerajaan Malaka, Kerajaan Johor, Kerajaan Lingga, dan Kerajaan Siak Sri Inderapura. Kerajaan-kerajaan tersebut sudah gunakan Bahasa Melayu dalam kegiatan formal maupun informal.
Sedangkan, dari sudut geostrategis, Kepri berada di jalur emas perdagangan bagian barat Indonesia. Kepri juga wilayahnya terbentang dari Selat Malaka hingga ke Laut Natuna dan berbatasan dengan Singapura, Vietnam, Malaysia, dan Kamboja.
“Kepri sangat strategis dalam konteks ASEAN sebagai kawasan yang berpotensi sebagai bagian dari AAPBM jika benar-benar dapat diwujudkan,” ujar Anggota Komisi I DPR RI ini.
Baca Juga: Soroti Aksi Represif Polisi Ke Warga Desa Wadas, Fadli Zon: Pembangunannya Untuk Siapa?
Hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya adalah Wakil Wali Kota Tanjung Pinang, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepri, Penjabat Sekda Provinsi Kepri, Wakil Rektor Univ Maritim Raja Ali Haji 2, Ketua STISIPOL Tanjungpinang; dan beberapa pejabat struktural Provinsi Kepri lainnya.