Komisi XI Nilai, Perang Rusia-Ukraina Bisa Berdampak pada Kenaikan Tarif Listrik
Neraca perdagangan Indonesia-Ukraina pun mengalami defisit 623 juta dolar AS.
Suara.com - Perang terbuka Rusia versus Ukraina bisa berdampak pada kenaikan tarif listrik di Tanah Air. Asumsinya, perang bisa menaikkan Indonesian Crude Price (ICP), karena pembangkit listrik masih menggunakan BBM. Setiap kenaikan 1 dolar AS per barel berdampak pada tambahan subsidi dan kompensasi listrik sebesar Rp295 miliar.
“Sejatinya kenaikan minyak dunia juga akan mengerek harga minyak mentah ICP. Saat ini minyak mentah dunia telah melewati batas 100 dolar AS Per barrel. Padahal dalam APBN harga ICP hanya dipatok 63 USD per barel. Artinya, ada selisih 37 dolar AS per barrel,” kata anggota Komisi XI DPR RI, Heri Gunawan yang akrab disapa Hergun dalam keterangan persnya kepada Parlementaria, Minggu (6/3/2022).
Politisi Partai Gerindra itu melanjutkan, kenaikan ICP akan berdampak pada sisi pendapatan dan belanja negara. Dari sisi pendapatan negara, kenaikan ICP akan meningkatkan pendapatan negara yang berbasis komoditas migas, yaitu pajak penghasilan (PPh) migas dan pendapatan negara bukan pajak SDA migas.
Sementara dari sisi belanja negara, kenaikan ICP akan meningkatkan subsidi energi, dana bagi hasil (DBH), anggaran pendidikan, dan anggaran kesehatan.
Baca Juga: Puan Maharani Bocorkan Ciri-ciri Capres PDIP, Sosoknya Disebut Mirip Gubernur
Dalam dokumen Nota Keuangan dan APBN 2022 dijelaskan bahwa kenaikan 1 dolar AS per barel bisa menambah pemasukan negara neto sebesar Rp400 miliar. Dengan adanya selisih harga 37 dolar AS per barel, maka akan menambah pemasukan negara sebesar Rp14,8 triliun. Politisi Partai Gerindra itu berpendapat, kenaikan minyak dunia dunia sejatinya bisa dimanfaatkan oleh Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) untuk menaikkan lifting minyak bumi, sehingga Indonesia mendapatkan keuntungan lebih banyak.
“Sayangnya, pada realisasi lifting minyak bumi sepanjang 2021 hanya tercapai 660 barel oil per day (BPOD), angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 705 BOPD. Tidak optimalnya lifitng minyak pada 2021 menimbulkan pesimisme akan terpenuhinya target lifting minyak bumi pada 2022 yang ditetapkan sebesar 603 BPOD,” tegas anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini.
Hergun, berharap pemerintah mampu memanfaatkan kenaikan ICP untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keuntungan dari kenaikan perlu didistribusikan untuk menambah subsidi energi dan sekaligus menahan kenaikan harga BBM di dalam negeri.
Hergun mengingatkan dampak lainnya dari perang Rusia-Ukraina, yaitu potensi menurunnya kinerja ekspor dan impor yang bisa menganggu target pertumbuhan ekonomi pada 2022.
“Pada 2022, pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,2 persen. Target yang cukup tinggi tersebut berpijak pada baseline 2021 yang mampu tumbuh sebesar 3,69 persen. Capaian 2021 antara lain didukung oleh kinerja ekspor yang tumbuh 24,04 persen dan impor tumbuh 23,31 persen,” ungkap Hergun, sambil menambahkan, kinerja ekspor dan impor telah memberikan dampak positif terhadap penerimaan dan belanja negara.
Baca Juga: Muhaimin Iskandar: Indonesia Maju Jika Kebudayaan Jadi Panglima Pembangunan
Realisasi pendapatan negara pada 2021 mencapai 114,9 persen. Sementara realisasi belanja negara mencapai 101,3 persen. Adapun defisit turun dari target 5,7 persen menjadi 4,65 persen. Perang Rusia-Ukraina akan berdampak terhadap kinerja ekspor-impor Indonesia terutama terhadap kedua negara tersebut. Nilai ekspor Indonesia ke Ukraina sepanjang 2021 mencapai 416,99 juta dolar AS. Sedangkan nilai impor dari negara tersebut mencapai 1,04 miliar dollar AS.
Neraca perdagangan Indonesia-Ukraina pun mengalami defisit 623 juta dolar AS. Namun, defisit tersebut bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya menurun 15,6 persen.
“Sementara nilai ekspor Indonesia ke Rusia tumbuh 53,42 persen menjadi 1,49 miliar dolar AS. Sedangkan nilai impor mencapai 1,25 miliar dolar AS. Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia dengan Rusia tercatat surplus 239,79 juta dolar AS," papar legislator dapil Jawa Barat IV itu.