Harus ada Sinergi Multipihak untuk Urai masalah Perundungan

Fabiola Febrinastri | Restu Fadilah
Harus ada Sinergi Multipihak untuk Urai masalah Perundungan
Gedung DPR RI. (Dok: DPR)

Pencegahan perundungan harus berbasis empati dan pendidikan anti kekerasan yang diterapkan secara menyeluruh.

Suara.com - Penanganan perundungan terhadap anak harus mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian menekankan perlunya sinergi lintas sektor dalam upaya pencegahan dan penanganan perudungan, termasuk peran sekolah, guru, dan orang tua.

Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menilai, pencegahan perundungan harus berbasis empati dan pendidikan antikekerasan yang diterapkan secara menyeluruh. Ia mendorong penguatan kapasitas guru sebagai pihak terdekat dengan peserta didik dalam proses pendidikan.

“Saya pun menekankan pentingnya membangun satu ekosistem pendidikan yang penuh dengan empati di mana guru memiliki kompetensi di dalam konseling manajemen konflik, siswa pun juga teredukasi tentang hal-hal antikekerasan,” tuturnya dalam acara Diskusi Dialektika dengan tema "Stop Bullying! DPR Ramu Formulasi Konkret atasi Persoalan Mental Dunia Pendidikan yang diselenggarakan di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta pada Kamis (20/11/2025).

Menurut Hetifah, sekolah perlu menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas dan konsisten serta menyediakan layanan pelaporan aman. Ia juga menilai partisipasi orang tua sangat penting dalam pengawasan perilaku anak di luar sekolah.

Baca Juga: Partisipasi Publik Palsu: Strategi Komunikasi di Balik Pengesahan Revisi KUHAP

Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga menyoroti meningkatnya kasus perundungan di ruang digital. Ia menilai literasi digital harus diperkuat sebagai salah satu strategi utama, agar anak terlindungi dari ancaman kekerasan baik di ruang fisik maupun siber.

“Orang tua juga terlibat aktif dan sekolah memiliki SOP yang jelas dalam pencegahan dan penanganannya. Kita akan terus memperkuat literasi digital karena perundungan juga sudah banyak terjadi di dunia maya atau perundungan siber yang seringkali tidak terlihat tapi dampaknya juga nyata. Kita harus pastikan setiap anak terlindungi secara offline maupun online!” tegasnya.

Penekanan mengenai peran sekolah juga disampaikan oleh Psikiater anggota PDSKJI yang hadir di acara yang sama. dr. Zulvia Oktanida Syarif menilai banyak kasus perundungan tidak ditangani secara serius oleh lingkungan terdekat anak, termasuk guru dan orang tua. Ia menyebut minimnya respons serius dapat memperburuk kondisi psikologis korban.

“Yang sering kami dapati adalah anak yang menjadi korban perundungan sering tidak ditanggapi secara serius. Semua hal yang sekiranya mengarah ke arah perundungan itu perlu kita tanggapi secara serius karena kita tidak tahu dampak mental terhadap seorang individu itu seperti apa,” ungkapnya.

Upaya mengurai masalah kekerasan dan perundungan pada anak usia sekolah juga dilakukan Komisi X DPR melalui jalan legislasi. Saat ini Komisi X DPR RI tengah berupaya memasukkan bab khusus perlindungan peserta didik dari kekerasan dan perundungan pada RUU Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang sedang dibahas di komisi tersebut. Selain itu, Hetifah juga menyampaikan bahwa sinergi dengan Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan baik fisik maupun mental juga harus dibangun.***

Baca Juga: Viral! Ibu di Lampung Amuk Siswi yang Diduga Bully Anaknya yang Yatim, Tegaskan Tak Mau Memaafkan


Twitter Dpr

Parlementaria

Berita, fakta dan informasi mengenai seputar yang terjadi di DPR-RI