Komisi III Baru Pulang dari Kunjungan Kerja ke Inggris
Arsul Sani menerangkan Inggris menjadi rujukan negara-negara berkembang dalam pembahasan RUU KUHP-KUHAP.
Suara.com - Komisi III DPR baru pulang dari kunjungan kerja ke ke Ministry of Justice, Inggris. Sembilan orang anggota komisi yang tergabung dalam Panja RUU KUHP-KUHAP berada di Inggris sejak 22-26 Agustus 2015.
Kesembilan anggota yakni Azis Syamsudin, Jhon Azis Kenedy, Dwi Ria Latifah, Iwan Kurniawan, Didik Mukriyanto, Daeng Muhammad, Nasir Jamil, Bahrudin Asrori, dan Arsul Sani.
Arsul Sani menerangkan Inggris menjadi rujukan negara-negara berkembang dalam pembahasan RUU KUHP-KUHAP.
"Ada beberapa hal yang bisa diambil dari negara yang telah menerapkan sistem hukum common law, crminal legal system," ujar Arsul di DPR, Senin (31/8/2015).
Arsul meminta publik supaya tidak terlalu meributkan urusan kunjungan kerja kali ini. Sebab, sepenuhnya dilakukan untuk mengkaji persoalan, bukan untuk plesiran.
"Kami terbang juga pakai pesawat kelas ekonomi. Tidak ada jalan-jalan. Kemarin cuma lewat stadion Chelsea dan Arsenal. Cuma lewat doang lho," ujar politisi PPP.
Arsul menerangkan masih ada beberapa destinasi untuk studi banding pembahasan KUHP-KUHAP. Dua bulan yang lalu, DPR berkunjung ke Belanda atas undangan pemerintah Belanda.
Arsul menyoroti beberapa poin selama kunjungan. Di antaranya diperlukan pemidanaan atas dasar living law atau hukum adat. Maksudnya, sambung Arsul, apabila hukum adat di suatu daerah memungkinkan untuk masuk hukum pidana, maka aturan itu membuka kemungkinan agar hukuman pidana bisa diterapkan.
"Nah sementara ini kita sedang kebalikannya. Malah ingin juga menghukum perbuatan-perbuatan yang tidak diatur dalam undang-undang tetapi dimungkinkan dalam living law atau biasa disebut dengan hukum adat," kata dia.
Di samping itu, Arsul mengatakan Inggris menerapkan pidana lain yang sifatnya lebih mengarah pada peringanan hukuman. Selain pemidanaan penjara, penegakan hukum di Inggris menerapkan pidana sosial atau social service. Penerapan hukum itu merupakan bagian dari mekanisme hukuman pidana penjara secara bersyarat.
"Ketika seseorang mendapat hukuman pidana bersyarat, pelaku pidana tidak lantas dijebloskan ke dalam bui, melainkan melakukan pekerjaan sosial yang sifatnya wajib dan mengikat. Dengan catatan, pelaku pidana tidak melakukan pengulangan atau pidana lain selama menjalani hukuman social service," ujarnya.
Salah satu peringanan hukuman di Inggris, kata Arsul, dilakukan lewat komunikasi antara korban dengan pelaku pidana. Ketika korban, misalnya, memaafkan atau tidak melayangkan tuntutan, maka pelaku tidak harus dikirim ke penjara.
"Kalau semua dikirim ke penjara, lapas kita bakal semakin bertambah over kapasitas. Nah ini yang kami pelajari di sana," kata Arsul.
Arsul mengatakan saat ini rencana RUU KUHP-KUHAP masih dalam penyusunan draft kajian revisi. Dia mengklaim nantinya hasil revisi bakal membuahkan sebuah format undang-undang yang benar-benar baru.
Dia juga berharap RUU KUHP-KUHAP bisa menjadi prioritas pembahasan di Komisi III setelah penyusunan draft rampung. Targetnya, RUU KUHP-KUHAP pada masa periode DPR saat ini.